Bab 225
Antara Dendam dan Penyesalan
Bab 225
Selena merinding melihat tatapannya. âKemarin aku lihat seorang petugas
kebersihan di kantormu,â ujarnya berdeham pelan.
Harvey kira Selena akan mengatakan perkataan yang lembut, ternyata dia malah menyinggung orang lain yang tidak ada kaitannya.
âSelena, kamu curiga kalau aku selingkuh dengan petugas kebersihan?â tanya Harvey yang terdengar agak marah.
âKamu ngomong apa sih? Aku cuma merasa aneh, kenapa orang bersihâbersih di
tempat sepenting kantormu waktu kamu kerja?â
âRumah Bibi Mina jauh, dia harus pulang kerja lebih awal. Kadangâkadang dia juga bersihâbersih sebelum aku bekerja. Kenapa? Kamu nggak keberatan sama Agatha, tapi keberatan sama petugas kebersihan?â ucap Harvey dengan cuek.
âSejak kapan keluarga Irwin menjadi dermawan?â
Sambil memotong steak, Harvey menjawab dengan datar, âBibi Mina beda dengan
yang lainnya. Dia pernah menyelamatkanku, jadi aku memberinya perlakuan
khusus.â
âKapan? Kok aku nggak tahu?â tanya Selena meletakkan pisau dan garpu.
âKamu mengkhawatirkanku?â Muncul sedikit senyuman di wajah Harvey yang
tegang, âKejadiannya sudah beberapa tahun yang lalu. Di garasi bawah tanah, ada beberapa orang yang menyergapku dan mau menabrakku, tapi Bibi Mina
mendorongku,â jelasnya.
Selena mengernyit, âDilihat dari tingkat kepekaanmu, kamu pasti bisa menghindar,â
ucapnya.
âHari itu memang ada sesuatu yang mengalihkan perhatianku.â
âApa?â
âHari itu adalah hari ulang tahunmu, aku meminta seseorang untuk memesan kuè
secara khusus,â kata Harvey perlahan seraya menatap lekatâlekat wajah Selena.
Saat mengungkit masalah kue, Selena langsung mengerti, waktu itu Harvey sangat
menyayanginya.
Sebelum ulang tahunnya, dia bersikeras meminta kue kustom dari Reynold. Selain bahanâbahannya yang sangat mahal, bentuk kuenya juga sangat unik.
Satu kue seharga ratusan juta.
Kue ini lebih seperti karya seni.
Saat Harvey memberikan padanya, angsaâangsa kristal yang awalnya memiliki leher yang membentuk hati, kepala salah satu angsa itu jatuh di atas kue.
Waktu itu Selena tidak marah, melainkan hanya merasa sial dan selalu menganggapnya sebagai sebuah pertanda.
Namun Harvey terus meminta maaf padanya. Beberapa hari kemudian, Selena menerima sebuah kastel angsa yang dibuat oleh Reynold selama seminggu.
Dua angsa kristal yang besar dan indah membentuk hati dengan lehernya di danau,
saat itu dia begitu terharu.
Tidak disangka, di balik kejadian itu, Harvey hampir mati.
Saat itu, Harvey pasti takut mengecewakan Selena karena kuenya rusak, makanya
dia menjadi sasaran.
Selena merasa agak terharu, dan suaranya menjadi kurang alami, âKenapa kamu
nggak memberitahuku dari awal?â tanyanya.
âAku hidup saja sudah cukup.â
Selena tibaâtiba berdiri dengan tangan bertumpu di atas meja, âMasih bagus kamu
hidup, apa kamu berniat memberitahuku melalui mimpi kalau kamu mau mati?
Sudah berapa banyak kali hal seperti ini terjadi?â ujarnya.
Harvey tidak menyangka reaksi Selena begitu besar, bahkan steak pun tidak
dipotong.
âNggak banyak kok, mungkin belasan kali dalam setahun.â
Tidak heran kalau tubuhnya sering terluka.
Harvey menariknya duduk, âSemuanya sudah berlalu, aku sudah melenyapkan
mereka,â jelasnya.
Saat ini, Selena memiliki pemikiran yang aneh di benaknya, sama seperti saat Harvey menyembunyikan dirinya, dia berusaha menyelamatkan dirinya dari genangan air berlumpur.
Tanpa adanya cahaya belum tentu bukan sebuah bentuk perlindungan.
Namun, saat teringat akan keberadaan Agatha, Selena buruâburu menghilangkan
pemikiran itu.
âSepulang kerja, kebetulan Bibi Mina lewat, dia menyelamatkanku tepat waktu, tapi
kakinya terluka karena kejadian itu dan sampai sekarang kakinya belum juga
sembuh. Awalnya aku mau berterima kasih dan membelikannya rumah untuk masa
tuanya, tapi karena kondisinya memprihatinkan dan dia juga nggak punya kerabat,
serta ingin tetap bekerja sebagai petugas kebersihan, jadi aku biarkan saja.â
âTernyata begitu ceritanya⦠Harvey, sebenarnya ada yang ingin aku katakan
padamu.â
âKatakan saja.â
âKamu pernah kepikiran nggak kalau mungkin bukan ayahku yang membunuh
adikmu?â
Selesai mengatakannya, suasana yang tadinya baikâbaik saja langsung lenyap.
Harvey melemparkan pisau dan garpu di tangannya ke piring dengan kuat, âSelena,
jadi ini tujuanmu berbuat baik?â cibirnya dengan sinis.