Bab 341
Antara Dendam dan Penyesalan
Bab 341
Alex menutup telepon dan melaporkan dengan jujur, âPak Harvey, Poison Bug itu ternyata mengetahui keberadaan Nyonya di pulau. Tuan Calvin masih mengira kita yang memberi informasi. Nyonya
sekarang ada di tangannya. Haruskah kita pergi menjemput Nyonya?â
âTidak perlu. Hasil tes sumsum tulang membutuhkan waktu. Aku akan pergi memastikan satu hal terlebih dulu.â
Alex tidak tahu apa yang ingin Harvey pastikan. Bahkan Selena yang dia prioritaskan pun dia abaikan untuk sementara
Harvey sekarang dalam kondisi yang sangat tidak baik. Telesan keringat halus terlihat samar di dahinya, dan tangannya yang memegang kemudi sedikit gemetar.
Siapa sebenarnya wanita itu? Bisaâbisanya membuat Harvey bereaksi sedahsyat itu.
Mungkinkah dia mantan kekasih Harvey yang pernah punya masalah dengannya?
Singkatnya, Harvey malam ini sangat tidak normal. Mobilnya melaju kencang, Alex sampai harus
mencengkram erat pegangan tangan agar tidak terlempar keluar.
Mobil itu melaju cepat kembali ke pusat kota. Dalam sekejap, bayangan tempatâtempat yang mungkin dituju Harvey melintas di benak Alex.
Siapa yang sangka dia sudah mengendarai mobi sampai di pemakaman.
Malamâmalam begini, Harvey mau pergi berziarah ke makam Nyonya Tua?
Di luar, badai mengamuk dengan kencang. Angin dan hujan bertiup dengan dahsyat, petir menyambar di langit. Mobil melaju kencang, dan di bawah kilatan petir, Alex melihat deretan batu nisan yang berjejer rapat di gunung.
Bahkan dia yang bangkit dari tumpukan orang mati pun merasa ngeri melihat pemandangan seperti itu.
Mobil terus melaju hingga berhenti di depan gang kecil. Alex panik dan turun dengan membawa payung. ingin melindungi Harvey dari hujan.
Harvey, jangankan untuk membuka payung, dia bahkan seperti kehilangan jiwanya, terhuyungâhuyung mendaki gunung.
Tanah menjadi lunak dan lembek setelah dibasahi hujan deras. Sekali kaki menginjaknya, terbentuklah lubang lumpur besar yang licin dan kotor.
Harvey berjalan dengan cepat, sehingga sepatu bot tebaknya yang tebal menginjak genangan air dan memercikkan air.
Hanya beberapa lampu redup di atas gunung, menyinari batu nisan, membuatnya tampak lebih
menyeramkan dan mengerikan.
Angin kencang menerjang rantingâranting di sekitarnya, menghasilkan suara âswish swishâ.
Di sekelilingnya tidak ada seorang pun, hanya terdengar suara langkah kaki dan detak jantung Harvey.
Dia seperti binatang buas yang lepas kendali, berlari kencang ke depan.
Dia berlari dengan satu tarikan napas sampai ke sebuah makam.
Bunga persik di sekeliling sudah lama layu, hanya tersisa rantingâranting yang menari mengikuti angin.
Cahaya lampu jalan yang dingin dan suram menyinari foto di atas batu nisan. Tubuh Harvey perlahan-
lahan tergelincir ke bawah.
Jariâjari lentik membelai wajah gadis kecil di foto.
Alex yang mengikuti Harvey makin bingung melihat Harvey berlutut di depan makam. Dia tidak mengerti
apa yang ingin Harvey konfirmasi dengan pergi ke makam Nona di tengah malam.
âPak Harvey, ini adalah batu nisan yang baru diperbaiki. Lihat, hujan deras seperti ini pun tidak ada air yang merembes. Kualitas pengerjaannya memang bagus.â
Dia dengan susah payah menemukan sebuah alasan.
Sebelumnya, makam Lanny telah dirusak oleh Selena dan baru saja diperbaiki. Dia tidak perlu datang
pada saat ini untuk memastikan kualitas makam, meskipun dia ingin melakukannya.
Meskipun hujan deras telah membasahi seluruh tubuh Harvey, Alex tetap memegang payung di atas
kepala Harvey.
âPak Harvey, lihat hujannya deras sekali. Nyonya masih di rumah Tuan Calvin. Bagaimana kalau kita pulang dulu?â
Dengan kepala tertunduk, Harvey perlahan berkata, âBuka makamnya.â
Alex secara kebiasaan menjawab, âBaiklah.â
Dia terdiam selama dua detik baru menyadari. âApa yang kamu katakan?
Jantung Alex berdetak kencang, pasti dirinya salah dengar.
Gemuruh menggelegar, kilat membelah langit, cahayanya menorehkan wajah Harvey yang sedingin es.
Tangan Harvey menggenggam erat tepi makam, dan berkata dengan nada yang ditekankan di tiap katanya, âAku memerintahkanmu untuk menggali kuburan dan membuka peti mati.â