Bab 372
Antara Dendam dan Penyesalan
Bab 372
Ekspresi Harvey tampak netral. Dia tidak ingin membahas topik ini secara langsung dengannya.
âSeli, aku punya rencana sendiri,â kata Harvey penuh kesedihan.
Senyum dingin melintas di wajah Selena. âDia sudah mencelakai anak kita, membuatku depresi selama dua tahun, dan sekarang dia melakukan hal seperti ini. Aku benarâbenar penasaran kenapa kamu begitu toleran dengannya?â tanya Selena.
Jika dia mencintai Agatha, mengapa Harvey repotârepot memikat hatinya? Harvey tidak pernah menganggap remeh hal seperti ini.
âAda beberapa hal yang nggak seperti asumsimu. Akan kuberi tahu kamu semuanya ketika waktunya
sudah tepat.â 2
Waktu, ketika tidak dia ketahui kapan waktu yang tepat itu.
Dia hanya tahu, dirinya terjerat pergolakan yang menghancurkan keluarganya.
âKamu istirahat dulu saja sebentar, biar aku hidangkan sup untukmu.â Harvey sengaja menghindari topik itu dan berjalan cepat ke dapur.
Saat tutup panci diangkat, aroma harum makanan langsung tercium dan sendok kayu yang digenggam perlahan mengaduk bahanâbahannya.
Seketika ponselnya bergetar, lalu Harvey menjawab telepon. Yang terdengar adalah suara Chandra.
âPak Harvey, aku sudah periksa. Nyonya memang menyelamatkan Sean, tapi dia hanya mengantarnya ke UGD, membayar biayanya, kemudian buruâburu pergi. Dia dan Sean tidak punya hubungan lain.â
Harvey mengernyitkan keningnya seraya memasang ekspresi muram. Suaranya terdengar tidak senang saat bertanya, âApa yang terjadi dengan Sean?â
âSaat ini masih belum jelas. Sepertinya bukan urusan pekerjaan, mungkin untuk urusan pribadi. Secara personal, laporan pemeriksaan Sean sudah kuakses,â jelasnya.
âApa penyakitnya?â
Chandra berkata dengan tegas, âGagal ginjal.â
âAku sudah tahu. Suruh seseorang mengawasinya.â
âBaik.â
âSelain ituâ¦â
Seketika, Harvey merendahkan nada suaranya dan melirik ke arah pintu. Dia menyadari Selena sedang naik tangga. Setelahnya, baru dia perlahan berkata, âBagaimana hasil penyelidikan Poison Bug?â
âBelum ada untuk saat ini. Kemungkinan ada seseorang yang memberi mereka perlindungan, sehingga kabarnya tetap rapat.â
âLanjutkan penyelidikan,â titah Harvey.
âBaik.â
Setelah menutup telepon, Harvey kembali teringat pada wanita yang dia tangkap malam itu. Dia hampir meyakini wanita itu adalah Lanny.
Perasaannya sangat rumit. Adik perempuannya yang dia pikir sudah mati bertahunâtahun ternyata masih hidup dan baikâbaik saja.
Dahulu, Harvey pasti akan sangat bahagia. Namun, Lanny yang sekarang tidak hanya bergabung dengan organisasi kejahatan, tetapi juga telah membunuh banyak orang. Yang terpenting, Lanny ingin menyakiti orang yang dia cintai.
Harvey tidak tahu harus merasakan apa saat berhadapan dengan adik perempuannya.
Harvey melamun sejenak, sampaiâsampai sebagian sup ayam yang panas terciprat ke tangannya, seketika membuatnya tersadar.
Selagi menunggu sup mulai dingin, dia kembali menelepon Alex. âBagaimana hasil pemeriksaan di
rumah sakit?â
âSelain dokter dan perawat, hanya Nona Agatha yang pernah pergi ke sana. Tidak ada kamera pengawas di ruangan, jadi tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat itu.â
Masih penasaran, Harvey kembali bertanya, âApa sudah melewati pemeriksaan lainnya? Mungkin ada orang yang mengonsumsi obatâobatan. Jika tidak, bagaimana bisa penyakitnya langsung memburuk dalam waktu singkat?â
âSaat ini, Nyonya Maisha báru saja diselamatkan dan dibawa ke ICU untuk pengamatan. Sudah dilakukan pemeriksaan darah, hasilnya tidak ada masalah.â
Harvey menutup telepon, mengelus sendok dengan jariâjarinya, dan wajahnya terlihat muram:
Serupa namanya, organisasi âPoison Bugâ ini bagai serangga yang dapat masuk ke mana saja. Entah siapa yang mereka suap sampai bisa memperoleh perlindungan, sehingga orangâorangnya tidak bisa
menyelidiki mereka.
Jika bicara tentang obatâobatan, tidak ada yang lebih hebat dari mereka.
Setelah berpikir sejenak, dia pun menelepon Agatha.
Di ujung telepon, suara Agatha bukannya terdengar kaget, justru terasa agak gelisah.
âHarvey,â panggilnya dengan suara yang terdengar lemah.
âKita sudah lama nggak makan bersama. Ayo kita kumpul malam ini,â kata Harvey.
Dahulu, Agatha pasti akan sangat senang, tetapi hari ini dia justru terbata bata saat bicara, âBiâBibi Maisha masuk ICU. Aku harus berdiam di rumah sakit untuk berjagaâjaga.â
Harvey mengeratkan genggamannya saat memegang sendok, ada keyakinan yang terpancar dari
matanya.
âSelain makan, aku ingin bicara denganmu terkait pernikahan.â
âPerâpernikahan?â tanya Agatha dengan gugup. Rasanya senang hingga dia hampir pingsan.
âBerita pertunangan sudah tersebar luas, saham Grup Irwin juga nggak stabil. Jadi, aku ingin membahas masalah pernikahan denganmu,â jelas Harvey dengan tenang.
Dia tahu betul yang terpenting bagi Agatha adalah pernikahan, sehingga ini adalah umpan terbaik. âBaik, aku pasti akan datang,â janjinya.