Bab 441
Antara Dendam dan Penyesalan
Bab 441
Suara benda berat jatuh terdengar dari ujung telepon, diikuti dengan suara Harvey. âHamil kamu bilang?â
âKalau nggak hamil, buat apa dia minum asam folat yang dia bawa?â
Harvey menggertakkan gigi. âKamu nggak salah lihat?â
âBro, walaupun aku besar di luar negeri, aku masih bisa baca, loh! Nggak mungkin aku salah baca, âkan?â
Panggilan langsung terputus.
Yosef mengernyitkan dahi, heran dengan kelakuan Harvey. Belakangan ini, tingkahnya aneh.
Olga berlari dengan cepat ke arah Selena dan memberikan asam folat ke tangannya. âJangan lupa mencampurkan ini ke dalam vitamin.â
âMakasih, ya.â
âNggak masalah, semoga bayimu sehat, ya.â Olga menepukânepuk pundak Selena.
Selena mengangguk dengan wajah penuh pikiran. âNggak ada orang lain yang lihat, âkan?â
âNggak usah khawatir, aku mengambilnya dengan cepat, kok. Kotak obat ini juga warnaâwarni, pria maskulin sepertinya nggak akan paham.â
Selena tak curiga sama sekali dengan Yosef, setahu Selena, Yosef tak memiliki hubungan apa pun dengan Harvey. Itulah sebabnya dia merasa lega.
âOke, deh. Istirahat yang cukup ya, jangan terlalu keras bekerja.â
âYa, kamu juga harus jaga diri baikâbaik. Nanti pas aku cuti, aku bakal menemuimu. Kalau ada apaâapa, telepon aku saja, jangan sungkan.â
âOke.â
Mereka berdua saling melempar senyum. Setelah itu, Selena segera membuang kotak kemasan obat ke tempat sampah dan memindahkan isinya ke dalam botol vitamin sebelum pergi.
Suasana hatinya menjadi lebih baik ketika memikirkan anaknya.
Bahkan, langit pun jadi terlihat lebih indah.
Dia membeli kue dan minuman boba favoritnya di perjalanan pulang.
Sejak anaknya itu hadir di kandungan, dia ingin mengenalkan semua hal indah kepada sang anak.
âSayang, Ibu suka sekali minum minuman boba ini. Coba cicipi, gimana rasanya?â
âIbu sudah makan kue Mousse ini selama 10 tahun. Kalau kamu lahir nanti, Ibu bakal belikan ini buat
#15 BONUS
kamu.â
âKamu ini lakiâlaki atau perempuan, ya? Suka makanan manis atau nggak?â
Awalnya dia merasa sedikit mual, tetapi setelah memakan makanan manis, mualnya mereda.
Sepertinya selera makanan anak ini dan dirinya cukup mirip.
Makin dia memikirkannya, makin jelas pula penampakan anak kecil dengan senyum imut di dalam
pikirannya.
Selena merasa hidupnya mulai berarti lagi.
Suara sinis terdengar, âApa yang bikin kamu senyumâsenyum sendiri begini?â
Selena merinding, dia terlalu hanyut dalam khayalannya sendiri hingga tak menyadari Harvey mendekat.
Selena merasa sedikit gugup mendengar suara tersebut, bahkan senyum di wajahnya belum sempat
hilang.
Meskipun belum melihat siapa yang datang, dia sudah tahu Harveyâlah yang berada di belakangnya.
âMau aku senyum kek, apa kek, nggak ada urusannya sama kamu!â jawab Selena dengan marah, seperti
biasanya.
Entah ini hanya firasat atau apa, tetapi dia merasa Harvey menjadi lebih penasaran kepadanya.
âHari ini kamu pergi ke mana?â
Selena makin marah. âBukannya kamu sudah memerintahkan pengawal? Kamu tanya mereka saja, kenapa harus tanya aku? Apa sekarang aku nggak diizinkan pergi keluar? Kamu harusnya mematahkan kakiku, bukan tanganku. Biar aku nggak bisa keluar rumah seumur hidup sekalian!â
Dulu, kalau Selena berani berbicara seperti ini, Harvey pasti sudah meneriakinya. Namun, kini, dia hanya menjawab dengan suara lirih, âSeharusnya aku beneran melakukannya.â
Selena terkejut, ia mengangkat wajahnya untuk menatap Harvey yang tampak acuh tak acuh.
Layaknya seekor predator yang diperhatikan mangsanya, bulu kuduk Selena berdiri. 3
Perasaan tak nyaman mulai menyebar di dalam hatinya.