Bab 108
Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius
Bab 108 Asta memegang dagunya: âKamu ingin saya tetap disini?â
âHm?â Samara termenung, dan melirik sejenak pada Samantha yang berdiri didepan pintu : âAda orang yang sedang menunggumu.....â
âKamu mau saya tetap disini atau tidak?â
Asta menatap Samara seperti mangsanya yang sudah lama dia perhatikan, begitu posesif dan mendominasi.
Asta diatas, dan Samara dibawah, di sebuah ranjang yang tidak terlalu besar, dan mereka mempertahankan postur yang sangat ambigu.
Samantha merasakan kobaran api yang membara dalam hatinya, sangking kesalnya, tubuhnya terus gemetar.
Dia tidak mengerti, wajahnya seribu kali lebih cantik daripada Samara, dia juga bisa melakukan apa yang dilakukan wanita ini kepada Asta.
Tapi kenapa Asta malah lebih memilih wanita ini dibandingkan dengan dirinya.
âAsta....â Mata Samantha memerah : âDia terluka, dia juga butuh istirahat....â
Samantha belum menyelesaikan kalimatnya, Samara sudah menyela dan memberikan jawabannya dengan keras.
âMau.â
Mata tajam Asta sedikit menyipit dan menatap wanita mungil dan licik yang ada dibawah tubuhnya, dan sudut bibirnya terangkat.
Dia menyadari kalau wanita mungil ini sedang memprovokasi Samantha dan menggunakan dirinya sebagai senjata untuk menyerang.
Tapi, dia sama sekali tidak peduli.
Sebaliknya, jawaban âmauâ yang manis membuatnya terpesona.
âKarena sudah salah informasi untuk apa kamu masih termenung disana?â
Meskipun Asta tidak menunjuk langsung, tapi sudah sangat jelas perkataan itu ditujukan kepada siapa Samantha tidak menyangka dia akan diusir dengan keji, wajahnya penuh keheranan : âAsta, saya....â
âKeluar Tutup pintunyaâ
Samantha raguâragu dan tidak ingin pergi, namun dia tidak pernah bisa menggoyahkan keputusan Asta Selama lima tahun ini, dia tidak bisa, saat ini tentu juga tidak bisa Gigi geraham Samantha hampir hancur, tapi dia bunya bisa pergi dengan hati yang tidak rola Samara, kita lihat saja!
Setelah Samantha keluar dari kamar pasien, Samara juga malas berakting, lagi, Dia melepaskan cengkraman tangannya pada Asta, dun wajahnya kembali terlibat tidak peduli seperti sedia kala Asta talu S:
ra sangat realistis, tapi dia tidak menyangka tingkat kerealisusnya sampai sejauh ini.
âHabis manis sepah dibuang.â
âLalu?â Samara mengalihkan pandangannya dan berman: âKami juga menyadari kalau syai sedang beraking kan?â
Hali Asta tersentak.
Wanita ini jelasâjelas musuh berbuyutannya.
Dia rela diperalai olehnya, tapi siapa yang menyangka dia akan memalingkan wajahnya setelah sclesai memperalatnya.
Asta mengerutkan bibirnya tapi dia tidak merubali posisinya yang masih menckan Samara dengan crat dibawah tubuhnya, Meskipun terganggu olch kedatangan Samantha, tapi Asta tidak lupa tentang kekasih masa kecil yang dibahas Samaratadi.
âJadi siapa sebenarnya kekasih masa kecil yang menelponmu tadi?â
Samara tcrcengang, astaga, dia masih ingat tentang Jacob.
âAsta, kenapa saya harus mclaporkan segala sesuatu padamu?â
âKarena saya adalah lelakimu.â Asta menatapnya dengan ganas dan berkata dengan suara rendah :
âApa kamu harus menantang batas terbawahku?â
âBagaimana kamu bisa menyebut dirimu Iclakiku?â
âKarena saya sudah memberikan semua cintaku hanya untukmu seorang...â Asta berkata dengan dingin dan bangga : âTentu saya sudah menjadi milikmu kan?â
Asta yang seperti ini terlihat sangat serius, tidak hanya tatapan matanya yang memancarkan aura serius, bahkan rambutnya pun terasa memancarkan keseriusan.
Samara sangat ingin membantahnya Tapi dia tidak bisa mengucapkan sepatah katapun setelah ditatap oleh matanya yang gelap dan dalam itu.
Samara takut Asta akan marah lalu mengigit bibirnya dengan ganas sampai bengkak lagi, jadi dia pun tidak melawannya.
Dia celingakâcelinguk lalu berkata padanya : âSaya ini seorang pasien, dan kehilangan banyak darah...sekarang saya ngantuk....saya ingin tidur....
âBaik.â Mata Asta terlihat bersikeras : âIstirahat saja dulu, setelah itu baru kita bicarakan lagi masalah kekasih masa kecilmu.â
Samara benarâbenar mengantuk.
Dia berpikir mungkin saat dia bangun nanti Asta juga sudah pergi, dan dia akan merasa sedikit lebih baik.
Namun saat Samara menyenderkan kepalanya pada bantal dan menutupi dirinya dengan selimut, pria itu malah merentangkan tangannya dengan kuat....
Next Chapter