Bab 167
Ruang Untukmu
Bab 167 âUm... Iya... Aku ada waktu besok,â jawab Tasya sambil melirik Elan yang sedang mengemudi.
âAku tahu kamu biasanya sibuk malamnya karena harus mengurus anak. Kamu pasti tidak bisa kalau malam hari. Jadi, aku mengajakmu makan siang saja. Sudah diputuskan kalau kita akan makan siang besok.â
âBaiklah, Bu Hana,â Tasya langsung setuju. Lagi pula, illi adalah pertama kalinya Hana mengajak dia makan siang. Tidak sopan kalau menolak.
âBaiklah, aku akan menghubungimu lagi besok. Kamu pasti sibuk sekarang. Sudah, itu saja.â
âTentu. Sampai jumpa besok.â Setelah mengatakan itu, dia menunggu Hana menutup telepon sebelum menghela napas lega. Kemudian, dia melirik Elan dan bertanya, âKenapa ya nenekmu tibaâtiba mengajakku makan? Apa dia cuma ingin mengobrol denganku?â
âKemungkinan dia ingin bicara tentangmu dan Nando.â Elan terus menatap ke jalan. Wajahnya yang tampan tidak menunjukkan ekspresi apa pun.
âKenapa?â Tasya mengerjap karena bingung.
âKarena Nando melamarmu dan nenekku menganggapnya serius. Kemungkinan besar dia ingin membicarakan soal persiapan pernikahan.â
âApa? Serius?â Tasya terkejut mendengar jawaban pria itu. Apa neneknya benarâbenar menganggap lamaran itu serius?
âKamu sendiri yang membuat masalah. Jadi, kamu harus menanggung konsekuensinya, âkan?â
jawabnya dingin seraya mendengus.
Tasya menggigit bibirnya yang merah. Semua orang benarâbenar menganggap serius lamaran itu.
Namun, tidak ada yang tahu kalau dia sudah menjelaskan situasinya secara pribadi pada Nando.
âLalu aku harus apa? Aku tidak berniat menikah dengan Nando.â Wanita itu menghela napas pasrah.
Dia tidak berniat mengganggu pernikahan Nando di masa depan.
âTasya, katakan sejujurnya. Bagaimana perasaanmu terhadap Nando? Kamu menyukainya atau tidak?â Kebetulan mobil Elan berhenti di lampu merah.
Jadi, dia mengalihkan pandangannya pada Tasya.
Ditatap seperti itu, Tasya menggigit bibir. âAku hanya menganggapnya teman. Aku suka kepribadiannya yang lucu dan menyenangkan. Aku juga suka gaya hidupnya yang santai dan ceria, tetapi aku tidak ada niat untuk menikah dengannya. Aku menyukainya, tetapi aku tidak mencintainya.â
Setelah mengatakan itu, Tasya tibaâtiba menyadari sesuatu dan menoleh menatap Elan. âKenapa juga aku memberitahumu?â
Bibir pria itu itu melengkung menjadi senyuman. âKamu sudah mengatakannya padaku. Jadi, alasannya sudah tidak penting lagi.â
Elan memberi kesan sulit didekati, dingin, dan berjarak dengan orang lain, tetapi entah mengapa, Tasya bisa memercayai pria itu. Entah sejak kapan.
âAku tidak mau membahas ini sekarang. Aku harus mencari cara untuk menjelaskan pada nenekmu besok.â Tasya menghela napas menyadari dirinya dalam masalah.
Setelah mendengar itu, Elan mengangkat alis dan memberi saran, âAku punya ide.â
âCoba beri tahu aku!â Wanita itu tidak sabar untuk mendengar ide pria itu.
Rencana yang dia sarankan memang sangat mudah. âBilang saja pada Nando dan nenekku kalau kamu mencintaiku.â
Mata indah Tasya sedikit terbelalak. Namun, dia kemudian tertawa mengejek. âJangan mimpi!â
Hanya saja, reaksinya itu tidak berpengaruh apaâapa. Pria di sebelahnya sama sekali tidak kesal atau marah. Justru, senyumnya makin lebar. âKalau begitu, aku saja yang bilang pada mereka kalau aku cinta padamu.â
âJangan! Jangan melakukan hal-hal seperti itu! Situasinya sudah cukup rumit Kumohon jangan memperburuk situasi, oke?â Tasya tibaâtiba berpikir kalau pria itu memang sengaja membuatnya dalam masalah Saat itu, sekolah jodi sudah mulai terlihat. Elan tibaâtiba menoleh âAku akan masuk untuk memanggil Jodi. Kamu tunggu saja di mobil.â
Namun, Tasya tidak ingin merepotkan pria itu. Jadi, dia menjawab, âJodi itu anakku. Biar aku yang turun dan menjemputnya.â
âAku sudah janji padanya tadi pagi kalau aku yang akan menjemputnya sore ini. Aku harus menepati janji.â Setelah mengatakan itu, Elan membuka pintu mobil dan keluar.
Tasya tidak punya pilihan selain tetap duduk dan menunggu di mobil. Sebenarnya, dia bisa saja ikut turun dan masuk bersama, tetapi entah mengapa dia malu. Lagi pula, mereka bukan pasangan suami istri sungguhan. Elan pernah berpuraâpura menjadi ayah Jodi dan datang saat acara olahraga. Kalau nanti ada orang tua anak lain yang mengajak mereka mengobrol, suasananya akan terasa canggung.
Pada akhirnya, Tasya memutuskan untuk menunggu di mobil. Tidak lama kemudian, dia melihat Elan menggandeng Jodi keluar gerbang sekolah. Sepertinya anaknya terlihat cukup senang karena dia berjalan sambil melompatâlompat kecil.
Saat melihat itu, senyum di wajahnya langsung mengembang. Melihat Jodi bahagia membuatnya bahagia juga.
âMama!â Anak itu masuk ke mobil dan duduk di bangku khususnya. Elan menunduk dan mengencangkan sabuk pengaman Jodi. Pemandangan itu benarâbenar menunjukkan bahwa Elan ternyata adalah sosok ayah yang penyayang.
Next Chapter