Bab 388
Ruang Untukmu
Ruang Untukmu Bab 388 âBaiklah, aku akan mematuhi kata-kata Mama dan tidak akan membuatnya marah.â Jodi mengangguk.
âAnak pintar. Nah, mainlah!â
Setelah itu, Jodi mengambil Lego yang paling ia minati dan pergi ke kamarnya. Sementara itu, Tasya memasukkan hadiah lain ke dalam lemari penyimpanan. Walaupun Elan terlihat lebih bugar, dia tetap bertanya, âApakah kamu sudah sembuh dari flu?â
âFlunya sudah hilang sekarang,â ucap Elan sambil tersenyum. âTerima kasih setulusnya untukmu.
Tasya menunduk saat bertemu dengan sorotan matanya yang dalam. âAku tidak melakukan apa аÑа.
âKamu memang tidak harus melakukan apapun. Cukup tersenyum lebih sering kepadaku.
Senyumanmu lebih manjur daripada berbagai obat yang ada di dunia ini.â Elan tersenyum. Bahkan tidak tersirat sedikitpun sikap acuh tak acuh di wajahnya setiap kali dia memandang Tasya.
Sambil salah tingkah, Tasya menyodorkan semangkuk buah-buahan padanya. âBerhenti mengoceh dan makanlah buah ini!â
Elan uba-tiba memberinya pisang, sambil bertanya, âMau?â
Tasya mengambil pisang itu, tetapi tiba-tiba tersipu malu. âTidak, terima kasih.â
Seketika Elan menangkap apa yang tengah dipikirkannya dan tergelak. âApa yang kamu bayangkan?
Apakah otak kecilmu itu terus menerus dipenuhi pikiran jorok?â
Wajah Tasya merona merah mendengarnya. Ya, dia memang sudah bereaksi berlebihan, tetapi Elan jelas sudah dengan sengaja melakukannya, bukan?
Elan menertawakannya cukup lama sebelum akhirnya menyantap buah-buahan itu. Setelah itu, dia menatapi Tasya dengan sedikit genit dan bernapsu. âJangan ragu untuk datang kepadaku jika kamu membutuhkan apapun.â
âTidak akan.â Tasya memutar bola matanya.
Elan hanya tersenyum, tampak seperti iblis penggoda, dan, memang, seksi sekali.
Tasya bangkit dari duduknya untuk mengumpulkan cucian yang digantung di balkon, tidak berani melihat Elan lagi. Saat dia kembali, Elan sedang meringkuk di atas sofa, terlihat kelelahan.
Alih-alih menonton TV, ia malah memandangi Tasya sembari memegang cangkir teh yang telah diseduh untuknya.
Tidak terasa sudah pukul 9.30 malam, dan Tasya menatap laki-laki yang sudah berada di rumahnya hampir satu jam lamanya. âSudah malam. Jam berapa kamu akan pulang?â
âBolehkah aku udur di kasummu malam ini?â Elan semakin berhasrat âTidak.â Inu uket masuk yang sulit.
Mendengar itu, Elan menghela napas kecewa. âBagiku kasurmu adalah obat terbaik untuk insomniaku, dan belakangan ini kepalaku sering terasa sakitâ¦â
Tasya tidak yakin apakah Elan sedang berbohong atau tidak, tetapi saat dia menatapnya, laki-laki itu sedang memijat-mijat pelipisnya, seperti menderita sakit kepala hebat.
Hati Tasya tersayat lagi ketika mengingat bagaimana ia sudah memarahi Elan saat sakit beberapa hari lalu.
âBagaimana mau mandi dan tidur jika kamu tidak membawa pakaian ganti?â
âAku punya beberapa helai di mobil. Akan kuminta Roy untuk membawanya!â ucap Elan seakan dia sudah menyiapkannya.
Dalam sekejap, Tasya sadar telah masuk ke dalam perangkapnya.âLaki-laki ini memang sengaja datang untuk menginap!
âBaiklah! Suruh dia bawakan kemari!â Akhirnya Tasya mengizinkannya bermalam di rumahnya.
Kegembiraan seketika menyeruak bersama dengan sorot matanya yang dalam. âOke.â
Tak lama, Roy datang membawakan pakaian Elan-ada jas untuk dikenakan besok dan satu setel piyama. Tak diragukan lagi, sejak awal dia memang berencana untuk tinggal di rumahnya.
Kemudian, Tasya menidurkan Jodi, dan meninggalkan Elan mandi dan tidur.
Jodi sangat bahagia dengan mainan Legonya sampai kelelahan, dan langsung tertidur begitu kepalanya menyentuh bantal. Setelah itu, Tasya bangkit untuk memeriksa apakah Elan juga sudah tidur.
Akan tetapi, lampu di ruang keluarga masih menyala, dan terlihat Elan sedang duduk santai di sofa setelah mandi dan berbalut piyama hitamnya menonton TV.
âKenapa belum tidur?â tanya Tasya sambil melipat lengannya, merasa kedinginan. Sudah masuk musim dingin. Apakah dia tidak akan terkena flu dengan mengenakan pakaian tipis begitu?
Elan merentangkan tangannya. âKe marilah.â
Tasya tahu dia pasti akan dimanfaatkan kalau memenuhi ajakan Elan.
Anehnya, Tasya tidak menolak. Sebaliknya, dia duduk sedikit berjarak darinya. Melihat reaksinya, Elan bangkit dan duduk tepat di sampingnya lalu menarik perempuan itu ke dalam pelukannya.
âMaukah kamu menonton TV bersamaku sebentar saja?â tanya Elan dengan lembut.
Next Chapter