Bab 844
Ruang Untukmu
Bab 844 Dia diamâdiam ingin mengabadikan kencan butanya malam ini untuk dipamerkan pada Anita, tetapi Anita malah tidak bisa menerima pesannya, yang membuat acara malam ini jadi kurang menyenangkan.
Semua orang merasa lapar begitu hidangan disajikan. Mereka mengobrol tentang masa kecil anakâanak mereka sambil menyantap suguhan. Selain itu, mereka juga tidak ingin menekan kedua pasangan itu, jadi mereka menghindari topik pertunangan untuk saat ini.
Di tengahâtengah perjamuan, mereka masih harus membahas topik utama dari diskusi ini. Panji mengangkat gelasnya dan berkata, âMari kita bersulang agar keluarga kita menjadi satu! Semoga pernikahan ini berakhir bahagia.â
Raditya berhenti mengunyah, meneguk air, dan menatap kakeknya. âKakek, ada yang mau saya katakan.â
Panji tahu apa yang akan dia katakan, jadi matanya tibaâtiba berubah serius. âRaditya, sebaiknya kita bicarakan saja di rumah.â
Jelas, dia tidak mau cucunya langsung menolak perjodohan ini, yang malah tidak menghormati Keluarga Maldino.
Selain tatapan dari Keluarga Maldino, yang dipenuhi dengan cinta dan harapan, kakeknya malah memberinya tatapan menindas, dan Raditya akhirnya memutuskan untuk menelan kataâkatanya.
âAyo, kita bersulang untuk kedua anak kita. Setelah bersulang, berarti perjodohan ini sudah disepakati.
Nanti kita akan memutuskan hari baik untuk melangsungkan pernikahan ini,â Panji terkekeh, tetapi dia bersungguhâsungguh dengan setiap kata yang dilontarkannya.
âKalau Raditya sibuk, kita bisa membuat pernikahan yang sederhana,â Wisnu menawarkan dengan penuh pengertian.
âTidak. Kita harus mengadakan pernikahan besarâbesaran karena Ani menikah dengan keluarga kami.â
Panji tak berniat memperlakukan menantunya dengan buruk.
Mendengar itu, Raditya akhirnya merasa tertekan. Dia melirik waktu karena dia ada rapat pukul setengah delapan, jadi dia harus bergegas kembali sekarang.
âKakek, ada rapat penting yang harus saya hadiri. Saya harus pergi sekarang,â Raditya undur diri sambil berdiri.
âKamu harus pergi sekarang?â Panji tak mau dia pergi.
Pada saat yang sama, mata Ani juga dipenuhi dengan keengganan. Apa mereka akan berpisah saat mereka baru saja saling kenal? Dia bermaksud untuk mengetahui lebih banyak tentang Raditya malam ini!
âSaya tak boleh terlambat karena ada rapat yang sangat penting.â Setelah Raditya selesai berbicara, dia menatap Keluarga Maldino dengan nada meminta maaf. âMaaf, Tuan Besar Maldino, Tuan dan Nyonya Maldino, dan juga Ani. Saya harus permisi sekarang.â
Setelah itu, Raditya bangkit berdiri.
âSaya akan mengantarmu!â Ani segera berdiri, tak ingin melewatkan sedikit waktu pun untuk dihabiskan bersama Raditya.
Meskipun Raditya tak mau Ani mengantarnya, Ani sudah berdiri, jadi tak ada pilihan selain mengangguk dengan enggan. Setelah itu, mereka berdua meninggalkan ruangan. Tanpa tekanan dari para tetua, mata Ani mulai menatap Raditya penasaran.
âRaditya, apa kamu menyukai saya?â Ani bertanya dengan berani karena dia sangat menyukai Raditya.
Tak berlebihan untuk mengatakan bahwa Ani jatuh cinta pada pandangan pertama.
Raditya berhenti dan menatapnya dengan serius. âAni, kamu itu gadis yang baik, tapi menikah dengan saya tak akan membuatmu bahagia. Tolong pikirkan baikâbaik.â
Ani tersenyum dan menggelengkan kepalanya. âSaya percaya bahwa menikahimu akan menjadi awal dari kebahagiaan saya.â
âPekerjaan saya tak memungkinkan saya untuk menghabiskan waktu bersamamu, selain itu juga akan membahayakan hidupmu. Memangnya kamu masih mau menikah dengan saya?â Raditya bertanya padanya dengan tenang.
Ani tersenyum maluâmalu dan menjawab tanpa ragu, âIya, saya mau.â
Raditya tak tahu apa yang ada di pikiran Ani. Jelas, dia berusaha membuat Ani tidak betah, tetapi Ani masih bersikeras ingin menikah dengannya. Mana mungkin menikah dengannya akan menguntungkan gadis ini?
Bagi Ani, menikah dengannya merupakan anugerah. Entah kesulitan apa yang akan dia hadapi di kemudian hari, dia secara mental yakin untuk menanggungnya bersama pujaan hatinya ini.
âSaya harus pergi sekarang.â Melihat waktunya hampir habis, Raditya mengambil langkah besar ke depan, tetapi Ani buruâburu mengikuti di belakangnya.
Saat mereka terlihat di lobi bersama, Ani menerima tatapan iri dari semua wanita di sana, dan saat ini, dia yakin bahwa Raditya cukup layak karena pria ini memenuhi semua kriterianya.
Melihat Raditya masuk ke mobil besarnya, Ani merasa seakan telah memberikan hatinya pada pria ini.
Mobil Raditya langsung meluncur ke markasnya, yang berada di pinggiran kota.