Last Chapter
The Night Pleasure (Watty's 2021)
Author POV
Berulang kali Taehyung membolak balikkan kartu ditangannya. Kartu yang telah koyak dan menyedihkan, kotor dan bernoda darah.
Kenang-kenangan kecil yang aneh dan ia tak bisa memaksakan dirinya untuk menghancurkannya.
Aku datang untuk mengembalikan kartumu.
Pergi, Jungkook sudah pergi. Jungkook pergi tanpa membawa satupun pakaian atau perhiasan yang ia belikan.
Pemuda yang cerdas tidak membawa barang berharg dari neraka yang diciptakan olehnya untuk Jungkook
Taehyung merasa seperti orang bodoh setelah memikirkan semuanya. Tidak, Jungkook hanya membawa pakaiannya sendiri yang tebal dan mbosankan, dengan warna gelap serta tas tangannya berwarna hitam.
Jungkook pergi dari kediamannya ditengah hujan badai, bahkan menolak Hoseok menawarkan tumpangan mobil untuk mengantarnya pulang.
Jungkook tak menginginkan apapun yang menjadi milik Taehyung, dan tidak merasakan apapun terhadapnya. Taehyung sangat yakin akan hal itu.
Sudah berminggu-minggu setelah kejadian malam itu. Berminggu pula pengobatan secara fisik untuknya.
Taehyung kembali meneruskan hidupnya. Ia tak akan menjadi pengecut dan bersembunyi kembali.
Rumor tentangnya sebagai Deadly CEO sudah lepas setelah berita kejadian malam iti tersebar dengan berlebihan.
Sebastian yang malang mendapat pukulan berat dan dirawat di rumah sakit jiwa. Sampai ia sembuh dan bila itu terjadi ia akan dipenjarakan atas kejahatannya.
Taehyung menghela napas. Taehyung membalikkan kartu itu berulang kali. Sebagian dirinya berharap ia akan tahu apakah setelah Jungkook pergi, ia akan kembali kedalam pelukan Mingyu.
Taehyung bertanya-tanya seberapa besar keberanian yang dibutuhkan Jungkook untuk melakulannya.
Untuk datang padanya dan menyerahkan kartu itu dan mengetahui itu hanya sekedar alasan.
Yah mungkin ini saatnya ia mengetahui secara langsung...
~~~
Jungkook membaca ulang buku-buku koleksi diperpustakan pribadinya. Kesan rumahnya yang suram dan gelap telah lenyap.
Jungkook telah memutuskan bahwa meskipun kediamannya terbilang kecil, tapi itu adalah miliknya untuk dia atus sendiris sesuai keinginannya.
Jungkook menyibukkan dirinya dengan membeli pakaian baru dengan warna lebih cerah, meskipin ia memilih lebih tertutup daripada yang ditinggalkannya di rumah Taehyung.
Semua pakaiannya dan aksesoris lamanya telah ia bakar. Jungkook tak kembali pada kehidupan lamanya. Ia justru memulai kehidupan yang baru.
"Aku membawakan makanan, Tuan Jungkook" ujar Kim Seokjin, masuk kekamarnya perlahan membawakan beberapa snack dan teh. "Kau tak menyentuh sarapanmu, dan koki sangat khawatir."
"Terima kasih, Hyung. Bilang bahwa aku baik-baik saja dan beri tahu aku bila contoh perabotan untuk kamarku sudah datang."
Jungkook memindahlan buku keatas pangkuan. Menuang dan menyesap teh yang disedian Seokjin. Seokjin membungkuk dan berlalu pergi.
Jungkook menghela napas. Tiba-tiba terdengar bunyi bel pintu, namun ia acuhkan. Bel tetangganya sering berbunyi pada sore seperti sekarang.
Setelah kejadian itu, Jungkook lebih memilih menghabiskan waktunya untuk membaca dan menulis jurnal. Ketakutannya yang lain sudah sirna, ia sama sekali tak menyesali apapun yang telah terjadi.
Walau kenyataannya kejadian pada malam itu sangat buruk dan mengerikan. Darah Mingyu ada dimana-mana, jeritan Sebastian, dan Taehyung berdiri disana dalam keadaan terluka, tatapan pria itu tak bisa terbaca.
Jungkook mengemasi barang-barangnya dan langsung pergi, pihak berwajib berkeras untuk mengintrogasinya tapi Taehyung menegaskan ia harus dibiarkan pergi, bahwa ia tak seharusnya disana.
Pada awalnya ia berharap Taehyung mengikutinya, tapi ternyata tidak. Ia tak menyalahkan Taehyung.
Trauma akibat kejadian itu cukup besar, dan mungkin Taehyung berusaha menyembuhkan luka akibat masa lalunya dan masa sekarang.
Kehadiran diri Jungkook akan membuat Taehyung mengingat pada malam itu. Taehyung berhak bahagia dan membebaskan diri dari mimpi buruk yang menyertai affair mereka.
Meski begitu, semua yang telah mereka lakukan menjadi mimpi indah untuknya, tapi ia tahu kesepakatan yang merek buat sudah berakhir.
"Jungkook-" Seokjin membuyatkan lamuna.nya dengan membawa baki kecil yang terdapat pada tengahnya sebuah kartu. "Kau kedatangan tamu, Kook."
Jungkook menoleh keatas baki, cukup mengenal dan tak asing dengan kartu itu. Terkoyak dan ternoda darag, itu adalah kartu Taehyung, itu adalah kartu tersebut.
"Bawa dia masuk." Jungkook berdiri untuk menyiapkan dirinya dengan gugup merapikan pakaiannya. Kemudian menyentuh, merapikan rambutnya.
Akhhirnya Taehyung datang, tapi entah untuk menghina atau untuk memastikan ia selamat, Jungkook tak bisa menebaknya. Taehyung masuk. Napas Jungkook tercekat. Mendadak kaku.
"A-apakah kau ingin teh?" Memberi isyarat pada Taehyung untuk duduk. "Atau Brandy?" Taehyung menaikkan alisnnya saat mendengar tawaran Jungkook. "Mungkin nanti, terima kasi untuk tawarannya."
Mereka duduk berseberang, dengan kaku dan gugup. "Aku berharap kau sudah pulih sepenuhnya. Ku dengar kau pergi memulihkan kesehatanmu di estate milik Park Jimin, tapi tak ada kabar darimu. Aku sudah-"
"Jungkook," potong Taehyung, tatapannya sangat intens untuk disela. "aku takut aku harus mengatakan padamu, apa yang menjadi alasanku datang kesini, atau aku tak pernah bisa mengatakannya."
"Oh baiklah, kalau begitu silahkan." Jungkook menggigit bibir bawahnya. Taehyung menarik napas panjang, kemudian bercerita dengan perlahan.
"Seharusnya aku tahu, seperrinya aku yang hebat dalam mengambil kesimpulan bisa sangat salah dan mengambil tindakan lebih salah lagi."
Taehyung bangun dan mulai berjalan mondar-mandir. "Pada awalnya aku tak mencintai Wonwoo. Aku bertunangan padanya untuk alasan kebanyakan kalangan atas. Aku membutuhkan pasangan, dan Wonwoo merupakan pilihan tepat."
Dengan pikiran kosong, Taehyung berujar, "Wonwoo membuatku gila dengan permainannya dan gairah seksualnya yang sangat besar dan tak pernah berhenti menyiksaku."
Taehyung mengangkat bahu. "Setelah cukup lama bersama, akhirnya aku bisa mencintainya dan mengakui hal iti padanya. Tapi saat itu kebahagiaan kami hancur. Sikapnya berubah, dan memang terlihat jelas. Dia kehilang ketertarikan padaku. Secara terang-terangan menjauhiku."
"Oh Tuhan." Hati Jungkook terasa sakit saat mendengar penderitaan Taehyung. Ia tahu betapa rasanya yak dihargai seseorang, terutama oleh orang yang dicintai.
"Wonwoo tak ingin dicintai, Jungkook. Dia ingin dikejar." Taehyung beranjak. "Aku tak pernah mencurigai perselingkuhannya dengan Mingyu sampai setelahnya terjadi malam itu. Ketika Mingyu menjadi orang pertama yang bersikeras akulah pembunuh Wonwoo. Pun ia menjadi orang terlihat paling terguncang akan kematian Wonwoo. Dan aku mulai menerimanya. Semakin jelas jika Mingyu seorang pemburu, sedangkan Wonwoo hidup untuk dikejar. Bagaimana mungkin mereka tak merasakan kecocokan satu sama lain?"
"Aku tak bisa memikirkan hal lebih buruk dari itu." Bisik Jungkook tanpa menahan diri. "Masih ada yang lebih buruk. Saat dia menegaskan ia tidak menginginkanku, aku melakukan segala cara untuk menghukumnya. Membuktikann aku bisa hidup tanpanya, bahagia jauh dari jangkauannya, sampai dia datang kembali padaku meminta maaf dan memohon perhatianku. Tapi dia justru mati." Taehyung duduk kembali di sofa. Hening menguasai ruang tamu itu.
"Mingyu tahu tunanganmu selingkuh?" Tanya Jungkook tiba-tiba. "Karena Mingyulah yang berada bersama Wonwoo saat itu." Jawab Taehyung, mereka saling bertatapan. Tak bersaha menyembunyikan kesedihan yang mendalam.
"Mingyu tidur dengan tunanganku, karena dia suka merebut segala hal dariku. Wonwoo hanyalah pion dalam permainan Mingyu, ironisnya Mingyu menyakiti Wonwoo dengan cara Wonwoo menyakitiku. Dan aku membiarkannya."
"Tapi kau sepertinya sangat marah..." Tanggapan Jungkook dengan perlahan. "Amarahku datang kemudian," aku Taehtung sambil tersenyum getir.
"Kenapa kau menceritakan semua ini padaku?" Tanya Jungkook kembali. " Karena sebelumnya aku pengecut. Berpaling dari masalah. Dan saat aku melakukan itu, kejadian pembunuhan pada Wonwoo bisa terjadi, aku membiarkannya dan membiarkan hal itu mengendalikanku selama bertahun-tahun."
Taehyung mencondongkan tubuh lebih dekat, menghilangkan jarak diantara mereka, dan menggenggam tangan Jungkook. Ditatapnya kedua mata bambi milik Jungkook.
"Karena kali ini aku tak akan lari lagi. Kau mencintai Mingyu, dan rencana serta kecemburuanku telah membuatmu kehulangannya. Pria baik pasti akan memberikan restunya. Tapi kita pernah membagi sesuatu, aku dan kau. Dan aku tak mau berpaling dari hal itu. Aku akan berjuang untuk memenangkanmu, untuk mempertahankanmu, dan untuk pantas memilikimu."
"Oh, Tuhanku!" Mulut Jungkook menganga karena syok. "Tapi masih ada satu hal yang tak kumengerti. Dan aku berharap kau bisa menjelaskannya." Jungkook menunggu, takut dan harapan membaur didalam dadanya.
"Darimana kau mendapatkan keberanian untuk memulai suatu kegiatan panas, apakah Mingyu menjadi objek latihanmu selama ini?" Jungkook membelalak karena syok. Terutama dengan spekulasi gila tersebut.
"Ti-tidak! Aku pikir Mingyu merupakan pria yang tampan dan menawan. Dan aku mendengarnya mengatakan komentar pedas terhadapku, dan aku menyadari bahwa aku adalah pemuda yang menyedihkan yang sedang dihinanya didepan teman-temannya. Aku merasa sakit hati dan hancur, dan marah.."
"Mingyu menyebutmu pemuda perjaka yang lemah? Seperti yang dulu kau katakan padaku pada malam perjumpaan kita?" Taehyung mengingat pertemuan pertama mereka berdua.
"Iya, malam itu aku bersumpah bahwa aku tak akan lagi diabaikan. Seumur hidupku, aku selalu menjadi tikus." Ujar Jungkook lirih. "Tikus?"
"Jungkook si tikus. Ayahku sering menjulukiku karena diriku yang membosankan, pendiam, penyendiri. Aku membencinya! Aku selalu dianggap tal ada dan tak berarti..." Jungkook terdiam, baru menyadari betapa kekanakan dirinya.
"Dan ketika Kim Mingyu menganggapku sama tak berartinya, aku bertekad membuktikan bahwa aku bisa menjadi pemuda yang berbeda. Bahwa aku bisa melanggar aturan."
"Jadi kau mengubah firimu sendiri, menjadi seekor kucing." Taehyung duduk, dan memberik Jungkook ruang untuk bergerak. "Dengan bantuan Kim Seokjin, hyungku, aku berencana menyiksa Mingyu dan merayunya. Aku berencana membuatnya menginginkanku. Lalu aku pergi.. sebelum.." Jungkook tak melanjutkan lontarannya.
"Sebelum Mingyu mendapatkan kepuasan," tambah Taehyung, dengan sedikit takjub. "Aku ingin dia tahu, dia bukan apa-apa untukku!"
"Tapi ada yang tak ku mengerti disini.." ujar Taehyung. "Iya, bukannya Kim Mingyu, aku justru menemukanmu. Dan seperti yang kau ketahui, rencanaku tak berjalan sesuai yang kumau." Taehyung menahan napas. "Kalau begitu kau dan Mingyu tak pernah..."
Jungkook menghela napas, dan tersenyum setelahnya. "Dalam satu kata, Tidak. Aku berniat membawa rahasia itu hingga liang lahat, tapi sepertinya kau mempunyai rencana sendiri dan datang mencariku."
"Ah.. taman belakang.." giliran Taehyung yang mengingat kenangan indah itu. "Dan kemudian kau memberikan kartu pengenalmu, dan kelanjutannya kau sendiri telah tau."
Taehyunh berdiri dan kembali berjalan mendekat serta menggenggam tangan Jungkook
"Ya Tuhan, itu adalah cerita yang paling mengerikan yang pernah kudengar." Jungkook memutar bola matanya. "Kau berlebihan, benar bajingan. Kau menyadari itu kan?"
"Oh ya.." Taehyung menarik Jungkook ketubuh pria itu. "Dan jelas sekali membutuhkan pengawasan darimu." Bibir Taehyunh menyapu bibir Jungkook, menggoda, mencium sehalus bulu. "Aku adalah pria bejat tanpa ada sesuatu yang bisa kubanggakan. Kembalilah padaku."
"Tapi aku.. tak peduli apapun yang terjadi, aku tidak yakin aku akan memiliki keberanian untuk menjadi kekasihmu kembali. Ini bukan mengenai kekuatan, aku tak yakin memiliki karakter untuk menjadi kekasihmu, Taehyung." Mata Jungkook dipenuhi air mata.
"Aku sekarat tanpa dirimu, tapi aku pikir aku terlalu takut untuk hidup dalam situasi yang selalu berhubungan dengan skandal lagi." Ujar Jungkook disela isakannya.
Dengan satu tangan, Taehyung menyeka air mata dari pipi Jungkook. "Jungkook-" kalimatnya terpotong. "Maafkan aku, Taehyung." Jungkook mulai menjauh, tetapi Taehyung menangkap tangannya dan menahan dirinya disana.
"Apakah kau memilili karakter untuk menjadi pasangan hidupku, suamiku?" Dunia seolag berhenti berputar, dan Jungkook yakin jantungnya sempat berhenti berdetak. "A-apa?"
"Mungkin butuh keberanian untuk menjadi pasangan hidupku daripada kekasihku, tapi jika orang memiliki keberanian dan kemampuan untuk mengikatku dalam hubungan penuh gairah tanpa harus berusaha, aku yakin orang itu pasti kau."
Taehyung berlutut didepan Jungkook. Tangannya tergenggam ditangan Taehyung. "Menikahlah denganku." Jungkook syok. "Oh.." kehabisan kata-kata.
"Apakah aku bisa mberkesimpulan bahwa suara itu sebagai iya, atau aku harus memulai pendekatan denganmu, dan aku yakin pasti akan lebih menghancurkan reputasimu sebagai pemuda cantik, sederhana, dan bebas dari skandal?" Menatap Jungkook, mengamati dengan hati-hati.
"Kau tidak akan melakulannya..." Jungkook tersenyum, membayangkan semua cara menyenangkan yang dilakukan Taehyung untuk mendekatinya. "Terserah, aku akan melakukan apapun itu." Senyum Taehyung terbit.
"Oh tidak, aku akan menikah denganmu hanya untuk memastikan kau menjaga sikapmu, Kim Taehyung terhormat!" Jungkook mulai tertaws dan menarik Taehyung agar berdiri.
Setelagnya masuk kedalam dekapan Taehyung. Ruangan terasa berputar saat Taehyung memutat tubuhnya sebagai luapan bahagia keduanya. "Iya, Jungkook, katakan iya.."
"Iya,iya oh.. iya!"
~END~
muehehe Bagaimana sayang-sayangku~ apakah sudah puas? Atau belum???
Jangan lupa vommentnya untuk chapter ini, juga terima kasih untuk vomment sebelumnya..
Love you so much
I Purple U
Swaggy