Back
/ 37
Chapter 1

Prolog

The Apple of My Eye [COMPLETE]

26 Agustus 2014

"Terima! Terima! Terima!"

Suara riuh menggema di dalam ruangan kelas yang ukurannya tak seberapa, sedangkan yang menjadi pemeran utama atas kejadian riuh ini hanya bisa terdiam seribu bahasa. Kalau boleh jujur, sebenarnya ia malu sekarang, terlebih melihat seorang laki-laki berseragam putih biru bersimpuh di hadapannya dengan menyodorkan dua batang cokelat berserta senyuman lebar tersemat di wajahnya.

"Terima aja, Kai, kalian 'kan tetanggaan."

"Iye, mayan tuh kalo pacaran tinggal nongol depan pintu doang."

Gigi lu jontor, justru itu masalahnya.

Tidak pernah terbesit sekalipun di pikirannya, sahabat sekaligus tetangganya ini akan bersimpuh di hadapannya, menembaknya, apalagi di depan anak-anak kelas. Agam menatap Kaila dengan senyuman yang masih belum luntur. "Gimana? Kalo lo terima, lo bisa ambil cokelat ini. Tapi kalo—"

Tanpa pikir panjang Kaila mengambil dua batang cokelat tersebut kemudian menarik Agam untuk berdiri. "Buruan ikut gue."

Suara riuh pun kembali terdengar di dalam kelas. Gebrakan-gebrakan dari meja yang mendadak dijadikan drum bersamaan dengan siulan-siulan yang tak berhenti, membuat Kaila meringis malu saat kakinya melangkah keluar kelas. Berbeda dengan Agam yang kini malah tersenyum sumringah, ia bahkan melemparkan ciuman hangat kepada antek-antek pendukung di kelasnya.

"Buset, jadian coi!"

"Ceileh Gam, Gam.."

"Pajak jadiannya jangan lupa woi!"

"Asik bener pacaran lima langkah dari rumah!"

Kaila membawa Agam menuju taman sekolah, ternyata di sana ada Ilham, Sekar dan Rizal, sahabat sekaligus tetangga mereka yang tengah asik berbincang. Kedatangannya sontak membuat ketiganya saling pandang antar satu sama lain, seolah mengatakan bahwa objek topik hari ini telah berada di depan mata. Belum sempat Kaila balik badan untuk kabur, teriakan dari Ilham membuat gadis itu terdiam di tempat.

"Lo berdua jadian?"

"Enggak."

"Iya."

Tatapan elang milik Kaila tertuju ke Agam. "Iya-iya apaan? Gue kagak bilang iya."

Dagu Agam tergerak untuk menunjuk cokelat yang ada di genggaman Kaila. "Tapi lo ngambil cokelatnya, tuh."

Sadar dengan apa yang ada di genggamannya, Kaila buru-buru mengembalikan cokelat tersebut ke Agam. "Itu gue ambil biar lo nggak malu."

"Tapi gue serius, Kai."

"Lo habis kesambet apa, sih? Dapet dare ya lo dari Rizal sama Ilham?" hardik Kaila.

"Eh, lo bertiga main truth or dare?" bisik Sekar kepada dua temannya.

Merasa namanya dibawa-bawa, Rizal langsung berdiri dari duduknya. "Kai, gue kagak ikut-ikutan, sumpah dah, mati kena samber geledek gue mah kalo bohong," ucapnya pias dengan tangan yang menunjukan simbol peace.

"Gue juga kagak tahu-menahu soal niat dia kali ini, Kai, suer!" Sahut Ilham.

Hening menyelimuti mereka sesaat, sebelum suara Ilham kembali terdengar. "Kayaknya lo berdua perlu bahas ini tanpa kita, dah. Ayo, gengs mending kita balik aja ke kelas."

Tidak lama kemudian, punggung ketiga anak berseragam putih biru itu lenyap dari pandagan Kaila, bersamaan dengan napas berat yang keluar begitu saja dari mulut gadis tersebut.

"Bercandaan lo nggak lucu, Gam."

"Lo liat gue, coba cari di mana letak gue bercandanya, Kai."

Kaila mengusap wajah gusar. "Ih, kenapa gue, sih?! Sejak kapan? Kemarin sore kita baru adu bacot, tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan hari ini lo nembak gue? Sadar, Gam, sadar! Lo habis nonton sinetron apa lagi kali ini?"

"Gue juga nggak tau sejak kapan, Kaila. Kalaupun gue tau— ya enggak bakal gue kasih tau, lah."

"Wah.." Kaila berkacak pinggang, ia kehabisan kata-kata. Agam tetap Agam, mau diajak bicara tentang negara sekalipun jawaban yang terlontar tidak akan pernah sesuai ekspetasi Kaila. "Udah deh, bakal gue anggap hari ini enggak ada kejadian apa-apa. Dan lo—" tunjuk Kaila sambil menarik napas dalam. "Jangan pernah bikin onar lagi," ucapnya kemudian berbalik.

Belum sempat gadis itu berjalan, tangannya ditahan oleh Agam. Entah sudah yang keberapa kali gadis ini menghela napas per-hari ini, Kaila menatap Agam lelah.

"Apa lagi?"

"Satu angkatan udah tau," cicit Agam.

"Terus?"

"Gue malu."

"Bodo amat, Gam, bodo amat. Lo telen aja sendiri, lagian kagak ada yang nyuruh lo buat ngelakuin hal aneh kayak tadi."

Agam tersenyum manis, seakan ucapannya setelah ini mampu meluluhkan hati semua gadis yang ada di penjuru dunia. "Biar enggak malu, gimana kalau lo terima aja?"

Tidak mau kalah, Kaila pun membalas dengan senyuman yang tak kalah manis. "Bangun, Gam, mimpi lo ketinggian."

Gadis tersebut tidak pernah tau, bahwa dari kejadian ini hubungan pertemanan antara dirinya dan Agam Pradana justru membawa perubahan luar biasa. Perubahan hubungan pertemanan— menjadi sebuah permusuhan.

____________________

Siap menyusuri cerita dari 5 serangkai asal Bekasi ini??🫣

Batin bocah NT :

First
Next

Share This Chapter