Back
/ 37
Chapter 18

17| The Begin

The Apple of My Eye [COMPLETE]

Selepas diantar oleh Jake sore tadi, benar saja hujan turun begitu deras bahkan hingga detik ini. Langit sudah berubah gelap total, namun lampu kamar Kaila masih menyala terang. Gadis itu sibuk berkutat dengan tugas yang harus dikumpul besok hari.

Sesekali ia merenggangkan badannya ke kanan dan ke kiri, mengusap mata, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya.

Tersisa beberapa soal namun cukup sulit untuk ia pecahkan sendirian, bibirnya berdecak kala putus asa menghampiri. Ia bertanya kepada Sekar dan Hana akan tetapi mereka berdua ternyata belum diberikan tugas seperti dirinya.

Layar ponsel yang menyala menarik atensinya, membuat senyuman bibir Kaila merekah. "Pas banget!"

Nama Jake tertera di sana, dan kebetulan pula Jake adalah sosok yang ia pikirkan sebagai jalan pintas terakhir atas keterjebakannya di beberapa soal yang belum bisa ia tuntaskan.

Dengan semangat ia menggeser layar dan membalas pesan Jake, yang lagi-lagi secara kebetulan bertanya mengenai tugas milik Kaila apakah sudah memasuki tahap selesai atau belum.

Kaila berseru senang kala Jake benar-benar mengirim jawabannya. Setelahnya ia segera menyalin ke dalam buku.

Tidak butuh waktu yang lama untuk menyalin jawaban. Akhirnya ia bisa merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil merentangkan tubuh di sana dengan pola bintang. Matanya menatap langit-langit kamar dengan tatapan menerawang, kemudian perlahan matanya terpejam dengan napas yang mulai terdengar teratur.

🦋

Pagi ini Kaila nyaris terlambat, pintu gerbang sudah berada di dalam genggaman Pak Satpam. Buru-buru ia mencium tangan Ratna dan turun dari mobil.

Ini salah satu alasan mengapa Kaila lebih memilih naik angkutan umum ketimbang diantar sang Ibu. Ratna bukan tipe penguasan jalanan, yang bisa menyalip kendaraan sana sini. Kadang kala mereka malah sering terjebak macet lampu merah.

Helaan napas keluar dari bibir Kaila saat ia berhasil masuk ke dalam sekolah. Ia sedikit menunduk, merasakan napas yang tergopoh-gopoh.

"Tumben datang mepet?"

Kaila mendongak dan mendapati Jake berdiri di depannya. Alih-alih menjawab, ia spontan malah balik melontarkan pertanyaan. "Jake? Ngapain lo di sini?"

"Sekolah."

Kaila menegakkan diri sepenuhnya. "Ya nggak salah, sih," ujar Kalia. "Tapi bukan itu maksudnya wahai tinta pemilu," sambungnya dalam hati.

"Yuk, masuk," ajak Jake kemudian mereka berdua kompak berjalan menuju ruang kelas.

"By the way, thanks ya buat jawaban semalem. Ntar gue traktir deh, itu 'kan syaratnya?" celetuk Kaila saat mereka berada sudah berada di tengah koridor.

Jake meliriknya. "Siapa bilang? Bukan itu syarat yang mau gue kasih ke lo."

Langkah Kaila berhenti mendadak. "Bukan?" tanya Kaila dengan kening mengerut.

Jake menggeleng sambil tersenyum simpul. "Bukan, nanti gue kasih tahu."

Kaila menatapnya penuh curiga. Memindai tubuh Jake dari atas sampai bawah. Jaket hitam milik brand ternama membaluti seragam pria ini. Sepatunya juga bukan sepatu murahan. Dia— tidak akan minta sesuatu yang mahal, 'kan?

Bahunya merosot seketika. Jake yang memperhatikan gadis ini pun tertawa geli. "Astaga, nggak bakal aneh-aneh, kok. Gue bukan maling berkedok malaikat yang ngasih jawaban, ya."

"Bener?"

"Beneran, Kaila."

"Oke," balas Kaila sambil berjalan masuk ke dalam kelas mendahului Jake.

Sesampainya di bangku, mereka tidak banyak berkomunikasi lantaran sang guru masuk beberapa saat setelah mereka berhasil duduk di kursi.

🦋

Netra Kaila memindai susunan buku-buku yang tersusun rapi di rak bercat cokelat. Belakangan ini, perpustakaan sekolah menjadi tempat kesukaannya dalam menghabiskan waktu. Adakalanya ia ditemani oleh Sekar dan Hana, adakalanya seorang diri.

Seperti sekarang ini— sendiri sambil menikmati hal yang digemari.

Tangannya bergerak mengambil satu buku non fiksi yang ada di hadapannya, lalu membawanya ke ruang baca dan duduk di sana dengan tenang.

Kursi di hadapannya bergeser. Seseorang mengambil alih di sana. "Jadi mau belajar fashion di Paris?"

Kepala Kaila mendongak, mata hazelnya bertabrakan dengan bola mata cokelat tua milik— Jake. Yang lagi-lagi muncul di hadapannya. Untuk sesaat, dunia Kaila terasa membeku saat kilatan cahaya matahari turut menyinari wajah Jake. Gadis ini terhipnotis di tempat.

Jake memiliki perpaduan wajah yang tak lumrah ditemukan di sekolahnya. Kulitnya kuning kecokelatan, matanya tidak belo namun juga tidak terlalu sipit, hidung mancung, bibir ranum merah keunguan, rambutnya terpangkas rapi hingga menampakan jidat paripurna.

Tinggi badan Jake juga tidak seperti orang Indonesia pada umumnya. Dan dibalik seragam putihnya, ada lengan yang tampak begitu kokoh seakan memberi pertanda bahwa pemiliknya gemar berolahraga. Mungkin akibat rutin bermain basket? Kaila tidak begitu yakin untuk alasan yang ini.

Bukan melebih-lebihkan, namun Kaila akui jika pemuda ini memang sangat tampan tanpa harus mengeluarkan— usaha.

"Kaila?"

Suara tersebut berhasil menarik Kaila kembali ke dunia nyata. Kaila mengerjapkan mata beberapa kali lalu berdehem pelan.

"Sorry, lo tadi nanyain apa?"

Jake menatap buku yang sedang Kaila baca, buku sejarah mengenai kota Paris. "Mau belajar fashion di sana?" tanya Jake ulang.

"Oh.. gue masih belum begitu yakin sih buat belajar di sini," ujar Kaila.

"Kenapa?"

"Jauh, Jake. Gue nggak tega ninggalin Ibu sendirian."

"Gue rasa nyokap lo nggak akan mempermasalahkan itu, secara beliau juga designer."

"Kok lo bisa tau?"

"Kemarin pas nganter, nggak sengaja liat spanduk di depan rumah lo. Pas gue cari tau ternyata itu butik punya nyokap lo," tutur Jake. "Try telling your mother about your wishes. I'm sure your mother will be proud because her beautiful child will deepen her talents there."

Tanpa sadar, ujung bibir Kaila tertarik ke atas. Membentuk seulas senyum tulus. Kaila kembali merasakan kehadiran sosok pendukung dalam hidupnya.

Sedang di hadapannya, Jake justru malah ikut terpaku. For the first time in his life, melihat senyuman sesempurna ini. Senyuman yang turut berhasil memporak-porandakan perasaannya.

"Temenin gue main basket tiap malam minggu, ya? Ini syarat yang mau gue kasih tahu ke lo."

"Deal, gue terima persyaratannya."

Dua insan ini tidak pernah menyangka. Tidak pernah membayangkan. Bahwa, dari sinilah hubungan mereka saling tarik menarik.

Bagai kutub S dan U dari sebuah magnet. Bagaikan apel yang jatuh karena tarikan gravitasi bumi. Bagai roda yang terputar akibat tarikan pedal.

Mereka— tidak pernah membayangkan bahwa sebuah perasaan tarik menarik mulai timbul di antara keduanya.

🦋

Dari arah luar, Agam masuk ke dalam basecamp rahasia yang berada di dalam rumah Ilham. Pemuda itu menghempaskan diri di atas sofa kapas dengan wajah kusut yang sulit dijelaskan.

Ruangan ini tidak begitu besar tetapi isinya sangat lengkap. Istilahnya— surga bagi anak laki-laki. Ada Wi-Fi dengan jaringan yang sangat cepat dan TV 32 inch untuk bermain game maupun PS. Mereka sering kali menghabiskan waktu di sini. Lampu temaram sore ini memantulkan cahaya lembut ke seluruh sudut menambah kesan hangat. Akan tetapi ternyata kehangatan ini tak selaras dengan suasana hati Agam.

Dalam duduknya, Rizal mengamati Agam yang terlihat kusut daripada biasanya. "Kenapa lagi dah nih bocah? Hari-hari muka dilipet mulu. HVS lu gue tanya?" Rizal membuka percakapan.

Hari ini Agam juga tidak banyak bicara sejak pagi. Rizal dan Ilham tentu sudah memperhatikan pemuda ini dari awal. Bahkan saat di sekolah— Agam tidak ikut nimbrung ke kantin sama sekali, menghilang entah ke mana.

"Kayak orang sawan lo, Gam," gumam Ilham sambil meliriknya.

Agam hanya diam, menatap layar TV yang tidak menyala. Tatapannya terasa jauh seakan tengah memikirkan sesuatu yang berat, melihat situasi yang membingungkan ini Rizal dan Ilham saling bertukar pandang. Tahu betul kalau ada sesuatu yang mengganggu pikiran Agam.

"Lo kenapa, dah? Bikin orang takut bae," Rizal akhirnya angkat bicara lagi. "Ngomong ege, ngomong."

Agam menarik napas panjang sebelum akhirnya bergumam pelan. "...gue lapar."

"Ah, anjing!" hardik mereka bersamaan.

Tetapi mereka berdua tahu bahwa itu bukanlah alasan yang sebenarnya. Rizal yang duduk di lantai menatap Agam sambil menyandarkan punggungnya ke meja. "Laper apaan? Dari tadi di sekolah lo diem bae, kagak mungkin kayak begini cuma gara-gara perut kosong."

Agam tetap diam, dia meraih remote TV di sebelahnya dan menyalakannya. Rizal menatap Ilham, meminta agar bergantian mengambil alih. "Gam, serius ege. Lo kagak kayak gini biasanya." Ilham akhirnya bicara dengan nada lebih serius. "Nih ya kita kasih tau biar lo inget. Tadi siang lo ngilang kagak muncul sedikitpun di kantin terus sekarang malah ngelamun kagak jelas, lo kenapa? Punya utang ya, lo?"

Agam mengembuskan napas berat dan bersandar lebih dalam ke sofa. "Gue tadi siang ke perpustakaan, kagak kemana-mana."

"Tiba-tiba amat ke perpus? Persiapan masuk oxford lu?" Rizal mengernyit heran, ia berdehem lagi. "Ya bagus dah kalo emang begitu, gue dukung. Terus kenape tu muka masih kusut aje?"

Agam seketika terdiam, sekelebat ingatannya terputar kembali. Bagaimana— Kaila duduk di salah satu meja pojok perpustakaan, tertawa kecil dengan seorang pemuda yang tidak dikenalnya. Meskipun mereka hanya membaca buku bersama— ada sesuatu dalam tawa itu yang membuat dadanya terasa sesak.

"Muka gue emang kusut dari lahir! Beda ama bule, kagak ada bagus-bagusnya emang. Badan gue juga kagak keker! Mana mulut juga nyablak!"

Ruangan itu mendadak sunyi, bahkan suara kipas angin pun terasa menggema di telinga mereka. Kedua pemuda di dekatnya saling pandang— kenapa tiba-tiba jadi adu fisik seperti ini?

Rizal dan Ilham yang masih saling menatap mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk merespons. Tapi sebelum salah satu dari mereka sempat membuka mulut, Agam sudah bangkit dari sofa untuk mengambil stik PS dan menyalakan TV.  "Gas? Yang menang bakal jadian sama crush-nya," katanya dengan senyum kecil.

Ilham dan Rizal hanya bisa menghela napas. "Ya udah, Gam," kata Ilham akhirnya mengambil stik PS lainnya. "Nih, lo main aja dah sendiri, gue kasih lo menang."

__________________

APES BANGET SI AGAM MANA PAKE INSECURE..😭

Batin Kaila tiap liat Jake :

Kapal baru pemirsahhh, ayo sapa yg mau ikut ak naik kapal inie?🤭🤭

Share This Chapter