18| The Mixed Feeling
The Apple of My Eye [COMPLETE]
06 Februari 2018
Sekar menyikut lengan Kaila berkali-kali memberi isyarat bahwa pria yang belakangan ini selalu jadi topik pembicaraan mereka masuk ke dalam kantin. Seragamnya setengah basah akibat bermain basket di lapangan. Rambutnya yang basah tampak lebih gelap dengan beberapa helainya menempel di dahi, membuat penampilannya semakin mencuri perhatian.
Kini bukan hanya Sekar yang tahu akan perasaan Kaila, Hanaâ setengah jiwanya Sekarâ pun ikut tahu. Dua manusia ini seperti punya radar khusus untuk menangkap kehadiran Jake. Setiap kali laki-laki itu muncul mereka langsung berubah menjadi supporter sepak bola yang heboh.
"Bisa berhenti nyikut gue, nggak?"
Sekar tersenyum lebar, mengangkat kedua tangan di udara. "Sorry..."
Kaila mengangkat wajah tepat saat Jake menoleh ke arah mereka. Dengan santai laki-laki itu melambaikan tangan kecil dan tersenyum ke arahnya. Tubuh Kaila memberikan reaksi yang tidak bisa ia kontrolâ wajahnya memerah dan jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya.
"Ceilah..." seru Hana dan Sekar.
Sekar sudah lama menduga bahwa Kaila memang memiliki perasaan lebih pada Jake. Tanda-tandanya jelas. Bagaimana Kaila tiba-tiba tersenyum kecil saat Jake lewat atau bagaimana gadis itu tak kuasa berhenti bercerita tentang obrolan mereka di kelas.
Kaila tidak tahu pasti sejak kapan perasaannya mendadak rumit seperti sekarang. Yang ia tahu, sejak awal tahun ajaran iniâ saat dirinya terpisah dari Sekar dan Hana karena berada di kelas yang berbeda. Hari-hari yang biasanya dipenuhi obrolan seru di sela pelajaran kini terasa sepi. Kaila tak lagi punya teman yang bisa diajak berbagi cerita di kelas.
Sampai kemudian ia dan Jake berada di meja yang sama. Awalnya Kaila hanya menganggap Jake sebagai teman biasa. Tapi semakin sering mereka berbagi obrolan ringanâ ia menyadari bahwa Jake telah mengisi ruang kosong dalam kesehariannya.
Dan sekarang, Kaila tak lagi bisa menyangkal. Perasaan itu semakin nyata. Setiap kali Jake berbicara suaranya seperti menggelitik hati yang biasanya diliputi keheningan. Ketika ia tersenyum ke arahnyaâ Kaila merasa bahwa satu dunia juga turut tersenyum padanya.
"Demen banget gue liat lo salah tingkah gini, Kai," goda Sekar
Kaila berdecak pelan. "Nyebelin banget sepupu lo ini, Na," keluh Kaila pada Hana.
Tiba-tiba suara gedubrak dari belakang Kaila terdengar, berbarengan dengan sensasi dingin yang menjalar di punggungnya. Kaila terdiam di tempatnya, sedangkan Hana dan Sekar spontan mengalihkan pandangan.
Hana menutup mulut kaget. "Kaila baju loâ"
Kaila perlahan berdiri kemudian membalikkan badan, saat mengetahui apa yang terjadi, sorot mata penuh amarah jelas terlihat di sana kala mendapati sosok Agam terduduk di lantai dengan kursi plastik kantin yang sudah tidak berbentuk seperti semula.
"Mau ngajak ribut, lo, Ham?"
"Kok gue?! Eh lo sendiri ya yang kejungkal!"
"Siapa sih yang narok kursi kagak layak begini?!" gerutunya sambil berdiri.
Belum sadar bahwa di belakangnya sudah ada Kaila yang merapatkan rahang dengan gigi yang bergemelutuk, anak naga ini telah sangat siap untuk menyemburkan api.
Rizal dan Ben yang menyadari pun hanya mampu bertukar pandang satu sama lain. Agam berdiri sepenuhnya, membersihkan belakang celananya. "Minum gue mana?"
"Gam," panggil Rizal pelan.
"Lo minum ya!" sembur Agam.
Rizal menggeleng kaku, jari telunjuknya bergerak untuk menunjuk belakang Agam. "Itu.."
Ilham yang bersisihan dengan Agam pun menoleh lebih dulu. Matanya nyaris keluar kala melihat Kaila berdiri dengan wajah merah padam serta deru napas yang menggebu.
"Eh, Kaila?" cicit Ilham.
Merasa mendengar nama Kaila, Agam spontan membalikkan badan, hendak menyapa juga namun kalah cepat oleh gerakan tangan Kaila yang langsung menarik rambut Agam kuat.
"Agam Pradana! Lo tuh ya jadi anak petakilan banget! Liat ni baju gue basah! Liat sekarang ulah lo, liat ini!!"
Agam mengaduh kesakitan. "Anjir, kenapa, sih? Lepasin woi! Aduh sakit ege! Gue aduin emak gue ya lo."
Sekar dan Hana spontan menarik Kaila, namun kalah kuat karena adis itu sedang dalam mode hulk. "WOI LO BERTIGA TOLONGIN NAPA DAH! DIEM BAE!" teriak Sekar untuk meminta bantuan dalam memisahkan mereka.
"Kai udah Kai," ucap Ben berusaha melerai.
Mendengarnya tentu membuat tatapan Kaila semakin menggila. "Udah kata lo? Ini baju gue basah sampe ke dalem! Lengket! Gara-gara ni orang!"
"Sakit woi, rambut gue bisa botak gara-gara lo!!"
Hana menarik lengan Kaila dengan seluruh tenaga yang ia bisa. "Kaila," pangilnya. "Udah Kai, kasian anak orang bisa botak kepalanya lo tarik begini."
Dengan sekali sentak ia mendorong Agam dengan kuat, napasnya masih memburu. Sedangkan Agam hanya bisa mengaduh sambil mengusap-usap kepalanya yang terasa nyeri.
"Lo gila apa gimana?!" sentak Agam keras dengan tangan yang masih mengusap kepalanya.
Ben dengan gesit menarik Agam untuk mundur lebih jauh, membisikan sesuatu. "Bego! Minum lo yang tumpah kena bajunya Kaila. Kenapa malah lo yang nyolot?" tegurnya.
Mata Agam mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna maksud ucapan Ben sepenuhnya. Netranya kini menatap gelas plastik yang telah kosong tergeletak di lantai, tak meninggalkan setetes air di sana barang setetes pun. Seketika Agam menelan salivanya gugup. Dan sekarangâ dapat ia lihat bahwa mata Kaila memerah. Sorot itu jelas menunjukkan bahwa gadis tersebut sedang menahan amarah dan tangis.
"Kamar mandi yuk, kita bersihin seragam lo. Gue bawa cardigan, kok," ujar Sekar yang dapat di dengar oleh Agam.
Kaila berlalu dari sana lebih dulu tanpa menoleh ke sekitar yang memandangnya prihatin. Secara tiba-tiba terdapat seragam yang tersampir di bahunya membuat Kaila melirik, ia mendapati Jake ikut berjalan beriringan dengan kondisi laki-laki itu sekarang hanya memakai kaos putih polos.
"Ayo gue anterin sampai depan toilet," ucap Jake. Sekar dan Hana pun lari menyusul Kaila, meninggalkan Agam dengan keterdiamannya di sana.
ð¦
Bel pulang sekolah terdengar, para murid antusias bersiap untuk meninggalkan kelas. Berbeda dengan Kaila, gadis itu masih tampak tidak semangat saat memasukan barang-barang ke dalam tas.
Seragamnya sudah dilapisi cardigan milik Sekar. Tadi Jake sempat menawarkan agar diganti saja dengan seragam miliknya, namun Kaila enggan untuk menerima tawaran tersebut, yang ada Jake akan dimarahi guru karena tidak memakai seragam saat di kelas.
"Pulang bareng gue, yuk?"
Kaila mendongak, menatap Jake sesaat lalu mengangguk tanpa repot-repot mengeluarkan suara. Jake sontak berdiri, sambil menunggu Kaila yang sedang bersiap.
"Ayo," ajak Kaila.
Setelahnya mereka berjalan keluar menuju gerbang utama, karena sekolah tidak pernah mengizinkan murid untuk membawa kendaraan roda empat, alhasil Jake harus memarkirkan kendaraannya di sebelah sekolah.
"Lo emang nggak takut ketahuan guru kalo bawa mobil ke sekolah?" tanya Kaila saat mereka telah keluar sepenuhnya dari gerbang utama.
Jake menggeleng. "Kenapa harus takut?"
Gadis tersebut mengusap tengkuk bingung. "Kali aja mobil lo disita," celetuk Kaila yang membuat Jake tidak tahan untuk menyemburkan tawa.
"Ya nggak mungkin lah mobilnya disita, ada-ada aja," ucap Jake di sela-sela tawa.
Tanpa sadar Kaila menatap lekat wajah yang semakin tampak menawan jika sedang tertawa lepas begini. Sedetik kemudian ia sadar akan pemikirannya lalu menggeleng samar. Sesampainya di sana, Jake langsung membuka pintu mobil. Meletakan tangannya di tepi atap mobil lalu mempersilahkan Kaila masuk. Satu yang Kaila tahuâ act of service Jake sangat menonjol, bahkan terkadang di luar prediksi.
"Thanks," ucap Kaila.
Jake tersenyum hangat sambil menutup pintu. Mengitari mobil kemudian mengambil tempat di kursi pengemudi. Saat hendak menyalakan mobil, Jake menyempatkan diri melirik Kaila, memandang gadis tersebut dari tempatnya tanpa suara. Merasa diperhatikan, Kaila pun turut menoleh ke arah Jake.
Jujur saja, Kaila merasa sedikit salah tingkah ditatap lekat oleh pemuda tersebut, karena merasa dirinya terus diperhatikan, Kaila lantas memperhatikan dirinya sendiri lalu kembali menatap Jake. "Kenapa? Kok nggak jalan?"
"Maaf, tapi seatbelt lo dipasang dulu.."
Mendengar ucapan Jake membuat Kaila kembali melihat kondisinya. Gadis itu terkekeh renyah, berusaha menutupi malu yang bertalu.
Shit..
"Oh iya, thanks udah ingetin."
Jake mengulum senyum sambil mengangguk pelan. "No problem."
Mobil hitam tersebut akhirnya melaju meninggalkan lokasi yang menjadi saksi bisu atas keriuhan hati masing-masing. Selama di perjalanan sebetulnya Kaila tidak tahan ingin bersenandung kala playlist yang terputar adalah lagu-lagu kesukaannya.
Lagu-lagu dari band yang sempat naik daun di tahun 2000an, dan Kaila tidak pernah tahu kalau laki-laki yang besar di negeri orang ini juga suka mendengarkannya. "Lo suka juga sama lagu-lagu gini?" tanya Kaila tidak dapat menahan rasa penasarannya.
"Suka dong, gue 'kan allumni penonton bayarannya dahsyat."
Jake tidak pernah menduga kalau celetukannya barusan berhasil membuat Kaila tertawa lepas. Berbulan-bulan mengenal Kaila, hari ini adalah kali pertama gadis itu tertawa lepas. Biasanya, mentok disenyuman saja. Dan tanpa sadar, batinnya diam-diam bersyukur karena suasana hati perempuan ini tampak lebih baik dari sebelumnya.
ð¦
"Komuk boleh sangar, tapi hati tetap aja ambyar," sindir Ilham.
Hanya beberapa kata namun berhasil mengusik suasana hati Agam. Pria itu tampak termenung di tengah keramaian kafe malam ini. Padahal tadi Agam yang mengajak teman-temannya nongkrong, tetapi kini mereka berdua malah disuguhkan dengan pemandangan yang tak sedap dipandang, kalau menurut Ilham.
"Lo udah minta maaf belum? Inget Gam, segalak-galaknya Kaila. Dia tetep cewek, lo yang salah malah lo yang nyolot. Kalo gue jadi Kaila, dih, udah gue gampar kali pipi lo," cecar Rizal.
Ditampar fakta begini membuat pemuda tersebut menghembuskan napas dengan berat. Entahlah, perasaannya benar-benar kacau malam ini. Tadi Agam jelas menangkap raut wajah Kaila yang berusaha keras untuk tidak menangis di depannya. Tapi sekeras apapun gadis itu mencoba, mata tidak bisa berbohong. Gadis itu memang nyaris menangis.
Atau mungkin sudah nangis di toilet?
Ilham menyematkan rokok di antara bibirnya. "Jangan sampai bendera perang kembali berkobar, ya. Kalo bener sampai kejadian, wassalam, gue mundur dah dari veteran."
"Gue juga!" timpal Rizal. "Udah sih Gam. Gengsi jangan digedein njir, kita tahu kok..."
Mata Agam spontan memicing. "Tahu apaan?"
"Kalo lo masih suka sama Kaila."
____________________
Ilham & Rizal vs Agam :
"Gak ada temen yang bener-bener setia" meanwhile Rizal sampe nyari info ruqyah biat sohib tersayank..
By the way.. jangan di spill begitulah Zal.
Kan doi bingung mau alesan apa lagið§