Back
/ 37
Chapter 25

24| The Journey

The Apple of My Eye [COMPLETE]

31 Maret 2026

Prancis— atau yang biasa dikenal dengan sebutan Paris. Negara wilayah metropolitan yang terletak di Eropa Barat, berbatasan dengan Belgia, Luksemburg, Jerman, Swiss, Italia, Monako, Andorra, dan Spanyol.

Setelah menghabiskan waktu empat tahun untuk mengambil jurusan fashion di Amerika Serikat. Tepatnya di Fashion Institute of Technology. Kaila sukses menjadikan Prancis sebagai tempat transit kehidupannya. Kini telah masuk paruh waktu tahun ketiga ia hidup di Prancis.

Seperti ucapan yang pernah terlontar beberapa tahun silam. Angan itu sudah menjadi kenyataan. Terlebih sekarang, ia sudah berhasil menjadi personal assistent dari salah satu fashion designer ternama di sini. Tentu saja, tidak mudah bagi Kaila untuk berada sampai di tahap ini.

Pada tahun pertama, ia habiskan untuk kursus bahasa Prancis langsung di tempatnya. Walaupun sempat merasa tertekan saat tengah beradaptasi dengan lingkungan dan bahasa baru, realitanya sekarang Kaila sudah sangat merasa nyaman.

Lalu di pertengahan tahun, ia bertemu dengan Sebastian— pria yang tampak seperti pria macho luar dalam, padahal aslinya sangat gemulai. Bahkan lebih gemulai dari pada Kaila si wanita tulen.

Sebastian sendiri merupakan seorang pria blasteran Indonesia London. Pertemuan mereka juga tidak disengaja. Kala itu saat ada ajang fashion week, suasana yang cukup ramai membuat kaki jenjang Kaila yang mengenakan boots tidak sengaja menginjak kaki Sebastian.

Awal yang sangat mengenaskan, namun patut Kaila syukuri. Karena dari sana lah ia memiliki teman tetap di sini. Terlebih mereka memiliki tujuan yang sama, ingin mengabdikan diri pada dunia fashion. Dari sana pula mereka banyak menghabiskan waktu bersama, bekerja dengan keras hingga sukses berdiri di titik ini.

Tetapi, satu hal yang perlu diingat bahwa sang Ibu lebih dulu terjun ke industri fashion. Memiliki relasi yang luas. Ratna tidak ingin membiarkan anak semata wayangnya luntang lantung di negeri orang tanpa denah yang jelas. Oleh karena itu, Ratna membuka jalan sedikit lebih lebar bagi Kaila untuk meraih keinginannya.

Jadi, bisa dikatakan bahwa koneksi-koneksi dari sang Ibu lah yang turut mendorong Kaila untuk sampai di tahap ini.

Dalam setahun, Kaila hanya pulang ke Indonesia 2 kali. Kadang kala, Ratna yang menjenguk anak sematawayangnya di sini. Itu semua tergantung situasinya.

"Lambreta bingbing sih, wak. Kerontangan nih eike nungguinnya."

Semakin mengenal Sebastian, semakin luas pula pengetahuan bahasa Kaila. Gadis itu menghentikan langkah tepat di hadapan Sebastian, menyerahkan satu paper bag berisikan pastry. "Ya ini gue lama karena ngantri buat dapetin pesenan lo," desis Kaila.

"Bercanda keleus," balas Sebastian akhirnya.

Mereka berdua kini berada di depan toko bakery— Mamiche— tempat yang selalu menjadi pelarian Kaila saat breakfast tiba.

"Montmartre, nih?" tanya Sebastian yang langsung diberi anggukan oleh Kaila.

"Bien sûr." ¹ (tentu saja)

Tanpa perlu izin, Kaila langsung mengamit lengan Sebastian dan mulai berjalan beriringan. Kaila juga tidak sungkan untuk melakukan hal seperti ini di tempat umum. Awal-awal Kaila sempat mendapat semprotan dari Sebastian, karena katanya tindakan ini bisa menghalangi jodohnya.

Namun lambat laun Sebastian memilih untuk mengalah, membiarkan gadis dengan cover jutek padahal aslinya gampang nangis ini bertindak sesukanya.

"Kenapose wak seneng kesandro? Perasaan isinya gitu-gitu aja," heran Sebastian.

Kaila yang sedang mengunyah makanannya melirik Sebastian sesaat. "Siapa bilang gitu-gitu aja? Montmartre nggak akan gitu-gitu aja karena ada... gue di situ." Kaila tertawa di akhir kalimatnya sambil mengibaskan rambut angkuh.

Sebastian tampak tidak terima. "Ewh, jijay markijay tralala."

Walau sudah sering kali mengunjungi area Montmartre, nyatanya gadis ini memang tidak pernah merasakan arti dari kata bosan. Ntahlah. Ia merasa bahwa di sini isi kepalanya dapat teralihkan sepenuhnya.

🦋

Kilatan dan suara bidikan kamera saling bersautan di antara para model yang kini tampak berpose dengan gaya yang tidak ada habisnya.

"Dagunya agak naik dikit.. nah, tahan sebentar, satu.. dua.. oke cakep."

Sepasang iris hitam legam itu tampak mengamati hasil jepretannya dengan sorotan lampu tembak yang membuat aura laki-laki berbalut sweater hitam ini semakin keluar.

"Kita break sebentar ya," ucapnya kepada para model lalu berjalan menuju salah satu rekan tim yang tampak mengamati hasil foto dari komputer.

Kamera yang digenggam itu diletakkan di tempatnya. Kemudian turut mengamati hasil foto-fotonya di sana. Menyugar rambut, kembali memakai bandana hitam yang selalu menemani di setiap pemotretan. Dengan tujuan agar penghilatannya tidak tertutup oleh rambut yang mulai gondrong.

Hobi yang melekat di dalam diri itu ternyata membawanya hingga ke titik ini. Agam merintis sebuah studio foto di kawasan Kuningan. Lebih tepatnya dikenal dengan Studio AP Company, telah berjalan kurang lebih empat tahun. Dan terkenal akan kualitas fotografi yang tidak main-main.

Popularitas mereka juga semakin meningkat di setiap tahunnya akibat review dari para pelanggan. Bahkan Studio AP Company sedang mempekerjakan 35 karyawan, dan mungkin akan terus bertambah nantinya.

Dari wisuda, pernikahan, iklan, semua momen bisa ditangani. Tidak perlu khawatir akan kelabakan, karena di sana terbagi menjadi beberapa tim. Sehingga meminimalisir hal tersebut terjadi dan tetap bisa fokus pada jobdis masing-masing.

Seminggu yang lalu, studio mereka juga baru menyelesaikan projek besar karena menjadi bagian atas pemotretan dari majalah yang cukup ternama. Kualitas studio AP pun semakin melesat naik. Seperti sekarang, ia melakukan kerja sama untuk pemotretan model busana islami.

Selesai mengamati dan memilah beberapa foto, ia kembali menyerahkan tugas lanjutan ke tim yang memang bertugas dalam mengedit foto. Nampak pula beberapa pegawai lain yang mondar mandir menyiapkan tempat untuk pemotretan selanjutnya.

Laki-laki itu berdiri dari kursinya.

"Di, tolong lanjutin ya. Gue ada janji lain soalnya. Tinggal sesuaiin aja sama tema yang kemarin udah kita bahas," kata Agam.

Jordi— salah satu fotografer yang sedang mengganti baterai kamera pun mengacungkan jempolnya. "Siap aman, bos."

Lalu setelahnya ia berjalan keluar studio dengan kunci mobil yang terputar-putar di jari telunjuk. Sesekali mulutnya bersenandung. Suasana hatinya akan selalu bagus di setiap tanggal 10. Bukan karena tanggal muda, melainkan ada rutinitas yang selalu dilaksanakan pada tanggal ini.

Mobil sedan hitam milik Agam melaju di jalanan yang tumben-tumbenan tampak sepi. Seolah sengaja membiarkan laki-laki yang tampak sumringah di dalam sana untuk memijak pedal gas dengan angkuh.

Tatapan tajam itu fokus pada jalanan yang senggang. Tidak ada lagi raut menyebalkan yang terpatri di wajah yang semakin terlihat menawan itu. Agam sadar bahwa fisiknya banyak berubah, menurut dia ini adalah pesona pria medium well.

Tahun terus bertambah seiring berjalannya waktu. Kelima anak yang dulu sering bersama, kini sudah menemukan jati diri masing-masing. Yang masih setia di komplek penuh cerita itu hanya tersisa Agam dan Rizal.

Itu juga tidak setiap hari di rumah.

Ilham tahun kemarin baru lolos BUMN dan ditempatkan di Surabaya. Rizal juga berhasil lolos CPNS menjadi seorang Jaksa setelah dua kali gagal tes. Dan Sekar kini masih dalam masa intern, memilih untuk ngekos di dekat rumah sakit tempat ia mengabdi.

Mereka memasuki usia di mana telah memiliki kesibukan yang tetap.

Walau begitu, sesekali mereka menghidupkan grup yang selalu tersemat di masing-masing room chat— meskipun yang membalas hanya satu atau dua orang saja, setidaknya grup itu masih terus bernapas.

🦋

"Ini serius wak, surat semua? Ketinggalan zaman dech ah. Masa hari begindang masih ngirim-ngirim surat, sih~" hardik Sebastian saat melihat tumpukan surat milik Kaila yang dijadikan satu di dalam satu kotak berwarna hitam.

Di meja kerjanya, Kaila mendongak. Mengamati kegiatan Sebastian yang kini sedang membaca judul amplop surat satu persatu.

"Bas, put it back."

Tepat setelah mendengar ucapan dari Kaila, Sebastian mendadak ciut. Laki-laki itu menuruti ucapan Kaila, merapikan tumpukan surat dan menutup kotak hitam itu kembali.

Sebastian mencebik pelan. "Dipanggil Madam, tuh. Feeling eike bakal dilempar ke luar lagi. Kuat-kuat ya, wak. Demi cuan."

Gadis itu tampak memijit pelipis. Mendengarnya, membuat batin Kaila turut menyetujui firasat Sebastian. Kali ini, negara mana lagi yang harus dia kunjungi dalam mengantikan Grace— atau yang kerap dipanggil Madam oleh mereka berdua. Seorang fashion designer yang menjadi bos mereka.

Kaila tampak lesu. Menepuk bahu Sebastian beberapa kali. "Priez pour cette fois encore dans le pays Européen." ² (semoga kali ini masih di negara Eropa)

Sebastian mengamati punggung Kaila yang menjauh. "Cecemungut wak. I know you can't do it!" katanya sambil terkikik geli.

Sebetulnya, Grace tidak semenyeramkan itu. Hanya saja memang tuntutan yang di berikan oleh Grace terkadang di luar nalar manusia normal. Pernah saat itu, Kaila ditugaskan menggantikan Grace untuk hadir di acara pameran seni di Roma, Italia. Seorang diri, tanpa ditemani yang lain. Karena memang mereka juga ditugaskan dengan pekerjaan yang lain.

Masalahnya saat itu, ia salah alamat hotel. Perkara typo dari Grace. Kalau cuma membawa diri sih, tidak masalah. Tapi saat itu, ia harus menggeret dua koper jumbo yang isinya bahan-bahan pelajaran dari Grace yang harus Kaila hapal.

Dan bulan yang lalu— Kaila lagi-lagi menggantikan Grace untuk ke acara launching produk baru dari salah satu brand fashion di Jerman. Kaila diberi tugas untuk mencatat isi interview dengan lengkap. Dan pulang-pulang ternyata hujan deras, tanpa sengaja catatan yang ia genggam jatuh di genangan air.

Bagai jatuh ketimpa tai kerbau. Kaila kembali pontang panting mendekati beberapa wartawan yang masih ada di sana, hanya untuk sekadar meminta informasi kembali.

Mata hazel itu mengerjap beberapa kali sebelum mengetuk pintu cokelat di hadapannya. Tangannya pun tergerak untuk membuka pintu.

Terlihat Grace yang sedang berkutat dengan komputer meliriknya sekilas. "Salut ma belle fille," ³ (hi gadis cantikku)

"Salut," ⁴ balas Kaila.

Wanita paruh baya itu membenarkan kacamatanya. "Are you sick? Why do you look so weak, darling?"

Karena feeling saya nggak enak.

Namun kalimat itu hanya tertahan di dalam hati Kaila. Sekarang, gadis itu malah menunjukan senyuman lebar. "No. Estoy bastante bien." ⁵ (gak, aku gak papa kok)

Grace turut tersenyum simpul. "Bon, dieu merci. Demain tu pars à New York, comme d'habitude, tu me remplaces pendant trois jours." ⁶ (syukurlah.. besok kamu ke New York ya gantiin saya buat 3 hari)

Dengan senyuman yang masih tercetak di wajahnya, Kaila kembali bersuara. "Si je peux vous demander, cette fois, quelle est la raison pour laquelle vous n'avez pas pu y assister en personne?" ⁷ (kalo boleh tau, untuk kali ini alasannya apa sampai gak bisa hadir secara langsung?)

Walaupun Kaila hanya seorang asisten pribadi, ia harus tahu pasti alasan atasannya tidak bisa hadir secara langsung dan memintanya mengangganti posisi Grace, terlebih untuk acara tiga hari.

Grace menyilangkan tangan di depan dada. "Well, it's actually a trivial reason. We will celebrate my son's birthday the day after tomorrow," katanya santai. "De plus. Si je viens, je rencontrerai Patricia. Je n'aurais jamais pensé y rencontrer mon ennemi. Eugh never mind." ⁸ (lagi pula kalau aku datang, di sana aku bakal ketemu dengan Patricia. Gak pernah terpikirkan untuk bertemu dengan musuh)

Kalau sudah seperti ini, memang tidak ada jalan lain selain mengiyakan perintah Grace. Lagi pula, Kaila memang tidak memiliki kesempatan untuk mengatakan tidak.

"Just three days, right?" tanya Kaila memastikan.

Kepala Grace mangangguk mantap. "Bien sûr, darling. Just three days, et après cela, je vous accorderai 4 jours de congé." ⁹ (tentu sayang, hanya 3 hari dan setelah itu kamu boleh libur selama 4 hari)

Mata Kaila membulat sempurna. Mimpi apa dia semalam. Bisa-bisanya Grace, atasan si paling terorganisir ini sukarela memberinya hari libur selama 4 hari berturut-turut. Mungkinkah di kehidupan sebelumnya Kaila pernah menyelamatkan nyawa seseorang?

Senyuman Kaila nyaris menyentuh kedua sisi telinganya karena terlalu lebar. Setelah mengucapkan terimakasih, ia keluar dari ruangan Grace dengan bersenandung kecil.

Dari jauh Sebastian menangkap gelagat itu. "Gimandose? Kok sumringah bingbing," tanya Sebastian dengan raut penasaran.

"Just talk about assignments, as you thought— gue besok ke New York 3 hari, gantiin Madam," ucap Kaila dengan alis yang sengaja dimainkan naik turun.

"Impossible happy dilempar ke NYC. Pasti habis gocek-gocek berhadiah. Ngaku wak," tembak Sebastian.

Kaila tidak bisa mengelak, ia akhirnya mengangkat bahu acuh. "After that, gue dikasih libur 4 hari!" serunya tertahan.

Sebastian menutup mulut. "Sumpah? Demi apose?"

"Demi kejantanan lo yang ternyata nggak jantan ituh~" balas Kaila bercanda.

"Heh! Mawar eike tempong?" protes Sebastian yang membuat Kaila berlari kecil menuju ruangan kerjanya.

Setidaknya, bagi Kaila untuk hari ini. Tidak seburuk dan semengenaskan hari-hari kemarin.

_____________________

HAHAHAII another karakter yang bakal sering muncul ke depannya~~🤣🤏🏻

Menurut kalian, perlu ditransletin juga gak bahasa Sebastian? Atau udah pada tau artinya?🤣

Share This Chapter