31| Always Me
The Apple of My Eye [COMPLETE]
"Masa, sih?"
Di ruangan kerjanya, Kaila tampak sedang memakai anting baru. Mengangkat pandangan ke arah Sebastian. Pria itu bercerita kalau habis membaca berita perselingkuhan para artis yang branding-nya keluarga cemara. Maklum, Kaila bukan tipe manusia yang mengikuti hal-hal seperti itu, makanya dia banyak tidak tahu tentang hiruk pikuk dunia di luar sana.
"Sumpah wak! Padahal eike tu salah satu netizen yang seneng bingbing sama keharmonisan mereka. Ternyata eh ternyata, ding dong abis. Kesetiaan si lekong hanya buat kebutuhan sosial media aja! Dese hobi jajan sana sini."
Mendengarnya membuat Kaila mual, heran akan pria-pria di luar sana. Sudah diberi pasangan super duper paket lengkap masih saja merasa kurang.
Seharusnya yang perlu dicari itu adalah pasangan dengan isi kepala briliant. Yang tentunya berbeda dari yang lain. Karena mau bagaimanapun isi kepala manusia itu tidak semua sama. Tapi untuk isi celana? Itu-itu saja. Sudah dikasih berlian, malah inginnya sama yang tidak layak dikasih harga.
"Kasian juga wak sama anaknya. Masih kecil, udah harus jadi korban brokenhome kerena ulah bapaknya. Ntar kalau udah gede eike yakin si dedek bakal baca berita ortunya. Pasti bakal sedih dan malu bingbing."
Kaila menatap Sebastian. "Gue juga brokenhome."
Bagai ditimpa pohon tumbang. Sebastian mati kutu di tempat, tangannya menutup mulut yang lancang berceloteh tanpa melihat lawan bicaranya.
Memasang raut permintaan maaf, Sebastian kembali bersuara. "Wak.. eike.."
"Santai aja kali, gue biasa aja kok. Di umur segini mah udah nggak ada sedih-sedihan sama yang gituan. Lagian juga yang lo omongin emang bener, tapi melihat situasi mereka, gue pikir anaknya malah akan lebih ngerasa malu dan geli dari pada sedih karena ortunya pisah," ujar Kaila.
"Perselingkuhan itu bener-bener habit yang nggak akan bisa disembuhin gitu aja. Sekali coba-coba, bakal terus mau coba lagi. Belum ada obat ampuh buat mereka tobat selain steril atau dipotong itunya sampai habis. Amit-amit deh ketemu sama cowok kayak gitu. Kalo kedapatan di gue, jangan harap bisa lolos dengan kondisi yang utuh," lanjutnya.
Tanpa sadar Sebastian langsung menutup area kepemilikannya dengan tatapan menatap Kaila horor. Mendengar setiap bait kalimat tersebut membuat tulangnya pada lemas. Bisa gonjrang ganjring dunia para lelaki jika bertemu dengan wanita seperti Kaila.
"Serem abis sih, wak."
"Itu belum ada apa-apanya ketimbang mental korban perselingkuhan yang dirusak habis-habisan," celetuk Kaila. "Kalau mental berantakan, hidup lo ke depan akan berhadapan dengan situasi semi normal dan nggak normal. Fisik sih boleh keliatan oke, tapi pikiran orang yang mentalnya rusak itu kayak sel kanker, Bas. Tanpa sadar menggerogoti tubuh sampai akhirnya ngerasa kalau kehidupan ini isinya cuma gila aja. Kalau nggak diobati dan diawasi sama dokter, isi kepala lo makin lancang buat melalang buana, makanya banyak orang yang mengakhiri hidup gitu aja. Coba sekarang lo pikir, beratan mana sama si pelaku perselingkuhan?"
"Korban lah wak~"
"Nah, itu dia lo tau!"
Sebastian tersentak di kursinya. Niat ingin berbagi gosip hangat, kenapa malah berakhir seperti masuk kelas dosen killer 4 SKS begini?
"Lo jadi laki jangan ampe begitu ya, Bas," ucap Kaila mengingatkan.
"Maka dari itu wak, eike pindah ke tengah-tengah~"
Tatapan datar terarah pada Sebastian. Kemudian mengusap hidung. "Ya nggak gitu juga kali konsepnya," ujar Kaila pada akhirnya.
ð¦
Pesanan yang dipesan baru saja diantar. Dua es teh manis, sebotol air mineral dingin, seporsi bakso dan dua porsi mie ayam.
Suara kendaraan berlalu lalang pun terdengar bersahutan. Kini Kaila berada di sebuah warung bakso mie ayam yang tidak jauh dari butiknya. Sedang menikmati waktu istirahat. Bersama Sebastian dan juga Agam. Lelaki ini tau-tau muncul saat mereka baru melangkah keluar butik, alhasil, mereka jadi makan siang bertiga.
"Di tempat yey nggak ada warung makan?" tanya Sebastian pada Agam penasaran.
"Ya menurut lo aja? Bejibun noh warung makan."
Sebastian menatapnya penuh selidik. "Terus ngapain yey jauh-jauh ke sindang?"
"Emang ngapa, sih? Orang mau makan siang sama cewek gue juga, repot lu!"
Kaila spontan mengetuk kepala Agam dengan sendok, memberikan pelototan tajam ke arahnya.
"Kai, seriously?"
Gadis itu mendesis tajam. Di depannya, Sebastian yang merasa dibela oleh Kaila lantas menjulurkan lidah, mengejek terang-terangan pria yang kini tidak mampu berkutik. Persis seperti anak ayam yang disiram air dingin.
Bisa-bisanya posisi gue di bawah barongsai satu ini..
Agam hanya mampu mengumpat tertahan pada Sebastian, namun saat melihat ke arah Kaila, ia kembali mengeluarkan senyuman terbaiknya.
"Mobil kamu udah dianter ke butik?" tanya Agam.
Pada akhirnya mereka sepakat untuk merubah panggilan. Daripada dipanggil 'bubub' seperti ancaman Agam yang membuat tubuh merinding, tentu saja Kaila memilih panggilan normal. Gadis itu mengangguk pelan membuat bibir Agam tertekuk ke bawah. "Jadi nanti kita nggak pulang bareng? Pulang bareng aja, ya? Mobilnya biar si barongsai ini yang bawa."
"HEH!"
Agam terlonjat kaget saat mendegar protesan dari Sebastian. Pemuda itu mengelus dada pelan sambil beristigfar. "Ngagetin bae suara ngebass lu! Berasa diteriakin komandan upacara njir."
"Jangan sampai eike jambak ya rambut yey!"
Agam beringsut ke arah Kaila. "Kai, liat, Kai. Masa aku mau dijambak," adunya.
Kaila terkekeh pelan. "Jambak aja, Bas. Dulu gue juga pernah jambak dia di kantin. Ngeselin abis soalnya."
"Demi apose wak?"
Kaila mengangguk heboh. "Ampe mau lepas semua tu rambut dia."
"Ih harusnya wak jambak aja sampe plontos kepala dese!"
Saat ini Kaila malah membeberkan kejadian memalukan di masa lampau. Membuat mata Agam melotot sempurna, tercengang tidak percaya. Bisa-bisanya ia yang notaben adalah kekasihnya malah tidak dibela?
Apa harus jadi negara dulu agar bisa dibela?
Laki-laki itu menggeleng hiperbola, lalu mengusap dada kirinya yang naik turun. "Sabar ya Allah sabar, untung sayang."
"Buruan itu dimakan, nanti kalau dingin malah nggak enak loh, Gam."
Agam menyambar. "Sedingin-dinginnya mie ayam, lebih dinginan sikap kamu ke aku, Kai."
Mendengarnya membuat Sebastian berlagak ingin muntah. Melambaikan tangan entah kemana arahnya, yang jelas ia merasa tidak kuat melihat Agam ternyata pria yang sangat dramatis.
"Kok bisa demen sih wak sama yang begono~"
"Mulai.." tegur Agam yang baru hendak menyuap makanan ke dalam mulut. "Gue diem loh ini," ujarnya memasang raut sengit.
Tidak tahan akhirnya Kaila terkekeh. "Iya iya udah dimakan buruan," kata Kaila sambil menggerakkan tangan Agam yang mengambang. "Aaa.." titahnya.
"Pakai pelet sih kayaknya~" suara Sebastian kembali terdengar.
Kaila lebih dulu memasukkan sendok mie ayam tersebut ke dalam mulut Agam. Ngeri-ngeri kalau tantrum lelaki ini muncul. Kakinya juga tergerak untuk menendang pelan kaki Sebastian, memberi kode untuk tidak mengerjai Agam lagi. Masalahnya kalau tantrum, 10 orang juga tidak akan kuat memegang pria ini.
'Kan bisa gawat.
ð¦
Tidak ada suara apapun selain musik dari airpods. Agam memilih untuk bersandar sepenuhnya pada kursi kerja dengan mata yang terpejam.
Pemuda ini tidak menyadari akan suara ketukan pada pintu kaca, ia baru tersadar tatkala bahunya ditepuk pelan. Iris mata hitam legam itu kembali terlihat, memandang siapa gerangan sosok yang membangunkannya.
"Eh kenapa, Di?"
"Maaf bos, itu di luar ada yang mau ketemu."
Kening Agam mengerut lantas menegakkan punggung, menebak-nebak dalam kepala. "Siapa? Perasaan sore ini nggak ada janji ketemu siapa-siapa."
"Hai."
Seorang wanita muncul dari balik pintu melenggang masuk tanpa kenal gentar. Berdiri menghadap Agam yang menatap penuh keheranan. Diandraâ tersenyum dengan ramah, Diandra sempat elirik Jordi sesaat, memberi kode untuk meninggalkan mereka berdua sekarang.
Melihat kepergian Jordi semakin membuat Agam mengernyit bingung. "Diandra? Ada apa nih sore-sore ke studio? Bukannya jadwal foto minggu depan?"
Diandra mengambil duduk di sofa. "Iya, kebetulan aku lewat sini, jadinya mampir. Sekalian mau bangun chemistry antara kita, biar kerjanya juga enak," tutur Diandra.
Kalimat tersebut jelas membuat Agam bingung, ia menatap Diandra dengan alis yang terangkat. "I respect your opinion but I don't think so, kayaknya itu terlalu berlebihan. Lagi pula ke depannya fotografer gue yang bakal sering ambil alih photoshoot lo."
"Kenapa?" tembak Diandra.
Agam yang hari ini hanya dibalut kaos polo putih polos hanya mengangkat bahu. "Lagi mau ngurus project baru, jadi gue bakal sering keluar kota," terangnya.
Mendengar itu membuat semangat Diandra merosot pelan. "Emang enggak bisa digantiin yang lain?"
"Enggak, lah, ini 'kan project pribadi gue."
"Demi aku? Tetep enggak bisa?"
Agam terkekeh gamang, semakin merasa heran dan mempertanyakan dalam hati kenapa bisa lontaran seperti itu terucap di pertemuan kedua mereka. "What do you mean to you?"
"Maksudnya kamu aja yang nanganin foto aku."
"Lo meragukan skill para fotografer gue?" tembak Agam.
"No, I'm just trying to negotiate."
"Then you don't get any results, gue punya banyak karyawan yang skill nya sesuai apa yang gue harapkan, of course I have to use them, right?"
Melihat sorot datar namun serius dalam berucap itu membuat Diandra gugup. Bahkan ia menunduk, memilin jemari di sana. Mungkin akan terdengar tidak masuk akal, tapi Diandra merasakan degupan meletup-letup seolah kalimat Agam yang terlontar bagai lantunan syair pujangga.
"Masih ada urusan lagi sama gue?" tanya Agam. Sontak membuat kepala itu terangkat.
Diandra berdehem pelan. "Kamu senggang nggak malam ini? Let's dinner," ajaknya. "Sama seluruh karyawan kamu yang lain, merayakan atas kerja sama kita," lanjut Diandra dengan nada malu-malu.
Dari posisi duduknya saat ini, Agam tampak menimbang ajakan Diandra. Tidak ada yang salah dari tawarannya, bisa dijadikan niat agar anak Tim Brand-nya mudah membaur tanpa sungkan dengan klien yang mereka tangani.
"Kabarin aja ke anak brand mau dinner di mana. Gue nanti datengnya nyusul," putus Agam.
Di tempatnya Diandra tersenyum lebar. "Oke, can't wait for to night."
ð¦
Suara dentingan lonceng terdengar berkali-kali seiring keluar masuk pengunjung. Setelah menutup butik. Kaila dan Sebastian memilih untuk nongkrong cantik di salah satu kafe bersama Bu Maya dan Nadinâ Tim Design yang berhasil lolos dari masa rekrutmen. Mulanya ingin menghilangkan kecanggungan antara mereka, tapi sepertinya ini kelewat luwes.
Dilihat dari respon mereka terhadap obrolan Sebastian mengenai kasus perselingkuhan artis yang sempat ia bahas pada Kaila.
"Lekong zaman now kalo nggak selengki ya kayak eike~" ujar Sebastian.
Nadinâ salah satu anak baru yang diterima oleh Kaila pun tertawa. "Tapi masih ada tau Kak, yang setia sama pasangannya. Kayak Bapak BJ Habibie, Bapak SBY! Oemji mereka tu definisi setia sampai maut memisahkan," katanya.
Sebastian menggaruk kikuk, takut salah respon. "Aduh, gimana ya eike jelasinnya, ya iya sih~ tapi 'kan beliau bukan bagian gen Z. Maksud eike lekong-lekong zaman now, Nadin~"
Nadin tampak berohria lantas mengangguk setuju. "Gitu ya... bener sih, cewek-cewek sekarang mah jadi gede trust issue gara-gara banyak kasus tentang kelakuan cowok zaman now. Rasanya kita ini para cewek kayak beneran nyari jarum dalam jerami, alias susah banget nemuin yang tepat, makanya banyak yang milih buat sendiri."
"Tapi kayaknya kamu udah nggak sendiri lagi ya," celetuk Bu Mayaâ sambil menunjuk wallpaper couple ponsel Nadin.
Nadin langsung mematikan ponselnya. "Nah, ini karena Nadin berhasil nemuin jarumnya, Bu."
Mereka semua tertawa mendengar jawaban dari Nadin, mereka kembali larut dalam cerita lain. Sangking asik bercerita, tidak sadar bahwa waktu sudah menunjukan setengah sepuluh malam, merekapun sepakat untuk bubar.
Saat hendak menyalakan mesin mobil, tiba-tiba saja Sebastian menepuk lengannya heboh.
"Wak! Wak!! Itu siapose? Ini eike nggak salah liat, 'kan?" serunya sambil menunjuk depan heboh.
Kening Kaila mengerut, mengikuti ke mana tangan Sebastian terarah. Mata hazel itu tampak memicing, berusaha menangkap dua orang yang keluar dari Resto and Bar di mana posisinya memang hanya bersebrangan dengan kafe yang habis ia kunjungi.
Matanya kian memicing tajam, hingga suara Sebastian melunturkan tatapannya.
"Agam wak! Itu Agam! Dese sama siapose? Kok gelondotan gitu, sih?! Wah, ayo wak kita turun!"
Tangan Kaila tergerak menahan pergerakan Sebastian, dengan mata yang masih fokus mematri, kepala Kaila menggeleng pelan. "Berlebihan lo, Bas, itu mah temen kerjanya paling."
Mulutnya berkata dengan amat tenang, namun cengkraman pada stir mobil tiba-tiba mengeras.
Tidak lama sebuah taksi datang, dalam hati menerka-nerka apakah Agam akan turut masuk atau tidak, sampai pada akhirnya helaan napas lega keluar dari mulutnyaâ taksi itu pergi tanpa membawa Agam.
"Emm cemaskan wak~ Makanya capcus turun, kita ning nang nong langsung!"
Kaila kembali menahan pergerakan Sebastian. "Udah nggak usah, Bas. Tadi si Agam juga emang ngabarin kok kalo dia mau makan di luar sama anak-anak studionya. Biarin aja, siapa tau itu cewek emang salah satu karyawannya yang lagi kobam," jelas Kaila. "Kenapa malah jadi lo sih yang menggebu-gebu gini?" lanjutnya sambil terkekeh.
"Wak~ eike bukannya mau tekotekin, ya. Tapi zaman now parasit lagi merajalela! We have to be aware of that. Lebih baik mencegah dari pada mengobati!"
Kedua sudut bibir Kaila terangkat tipis, ia menghidupkan mobik kemudian mobil tersebut melaju dengan tenang.
"Bukan mau maksud pamer ke lo, but 12 years have passed and he's still chasing me to accept his love. So I'm very sure he won't turn around easily, gue yakin Agam tipe cowok yang imunnya kuat," ucap Kaila di tengah perjalanan pulang.
Kaila sangat percaya bahwa Agam tidak termasuk ke dalam golongan pria yang mudah bermain di belakang wanitanya. Bukankah dua belas tahun itu akan menjadi hal paling sia-sia bagi pria itu jika beraniâ main belakang?
Gadis itu menghela napas diam, tidak ada yang perlu dikhawatirkan mengingat apa yang disampaikan Agam lewat pesan adalah hal yang memang sedang pria itu lakukan.
Lagi pula, bukan kali pertama baginya melewati fase ini. Kaila tahu bahwa kunci dalam hubungan adalah: Komunikasi dan sebuah kepercayaan.
____________________
Sudah eikee bilang mau ngebadut dulu~ð¤¡