Back
/ 37
Chapter 33

32| My Half on You

The Apple of My Eye [COMPLETE]

Tubuhnya bergetar tatkala benda besi panjang melintas cepat di atas rel besi. Helaian rambut juga ikut bergerak kala terhembus oleh angin.

Suara-suara dari announcer terdengar bersahutan.

Bersandar di salah satu pilar. Dua minggu setelah menerima beberapa rekrutmen baru, gadis itu baru bisa dengan tenang meninggalkan butik. Hari ini ada jadwal di Bandung untuk menghadiri undangan pembukaan cabang baru dari butik abaya milik teman sang Ibu. Berhubung posisinya sudah Kaila ambil alih, akibatnya ia yang harus menghadiri semua undangan dari rekan sang Ibu.

Pandangannya mengamati sekitar, sangat beragam. Ada yang muda ada yang tua, ada yang sendiri ada yang bersama pasangan maupun keluarga, ada yang datang lalu juga ada yang pergi. Semua Kaila tangkap dalam matanya.

Agam sempat menawarkan untuk mengantar Kaila, namun gadis itu menolak, ia memilih untuk menggunakan Whoosh. Selain lebih efisien, juga menghindari macetnya jalanan di luar sana.

Terlebih Kaila juga tau kalau nanti malam Agam ada jadwal terbang ke Lombok. Jadi, ia tidak ingin membuat pria itu kelelahan karena harus bolak balik Jakarta Bandung.

Kaki jenjang mulai melangkah masuk ke dalam gerbong kereta, mencari tempat duduk sesuai dengan tiket yang dibawa. Setelah ketemu, Kaila langsung bergerak untuk duduk di kursinya, bersandar dengan pandangan mengarah keluar jendela.

Tidak lama kemudian ia merasakan kehadiran seseorang, Kaila melemparkan senyum pada wanita yang baru saja duduk di sebelahnya lalu kembali memandang luar jendela.

"Iya! Pokoknya gue seneng banget sama project kali ini."

"Lo nyamain gue kayak model yang lain? Yang cuma diem, puja-puja doi dari belakang doang, gitu? Hei, gue nggak kayak gitu, ya. Kalau gue bisa bertindak lebih dari itu, kenapa enggak?"

"Zaman sekarang udah nggak ada lagi istilah cowok yang first move. Udah enggak zaman kali kayak gitu. Nggak akan gue biarin dia jatuh ke tangan yang lain, karena Tuhan ngasih dia itu cuma buat gue."

Bukan bermaksud menguping, namun suara itu sayup-sayup masuk ke dalam pendengarannya. Dalam hati berdecak kagum, ternyata cegil di dunia nyata itu beneran ada. Berbeda dengan dirinya, boro-boro untuk jadi cegil, buat bilang kangen aja terkadang masih mikir dua kali.

Kemudian percakapan tersebut berakhir, dapat Kaila tangkap dari ekor mata. Aura semburat bahagia di wajah wanita di sebelahnya, definisi tepat atas dimabuk cinta.

Getaran pada ponsel mengalihkan atensinya.

Sekuat tenaga Kaila menahan garis bibir itu untuk tidak terangkat. Perkataan-perkataan Agam yang ngalor ngidul, selalu berhasil membuat hari Kaila terasa lebih hidup dari biasanya. Mungkin ini efek samping berpacaran dengan orang yang selera humornya nyungsep.

Gadis itu lantas mematikan ponsel, hendak memilih istirahat selama perjalanan menuju Bandung.

Tapi yang terjadi justru tidak demikian, saat matanya tidak sengaja menangkap apa yang sedang wanita di sebelahnya lihat. Degupan itu kembali datang, kali ini tidak membawa alasan salah tingkah— melainkan rasa sesak yang tiba-tiba hadir sekaligus membawa degupan.

Kaila tidak salah lihat.

Itu— adalah beranda instagram milik Agam Pradana. Sekali lagi. Milik seorang Agam Pradana. Dengan ragu, Kaila melirik ke arah wajah wanita tersebut senyuman malu-malu itu jelas tercetak di sana, pipi itu jelas merona.

Bagai ditarik mundur kepada waktu yang telah berlalu. Perlahan tapi pasti, manik mata hazel itu mengerjap pelan dengan kerutan yang samar-samar tercetak di sana. Wajah ini adalah wajah yang ia lihat pada malam itu, malam di mana Kaila dan Sebastian mendapati ia keluar dengan dipapah oleh Agam.

Pesan dari Agam masuk kembali.

Sungguh, gamang itu terasa tidak karuan. Kembali teringat kejadian beberapa menit yang lalu, dan pada akhirnya— Kaila hanya bisa terdiam di tempat.

🦋

"Bos, beneran kagak mau ditemenin aja?"

Terhitung sudah dua kali Jordi melontarkan pertanyaan ini. Sekali lagi terlontar, Agam pastikan akan mendapatkan bogeman cantik. Lelaki itu tampak mengecek kamera yang akan ia bawa ke Lombok, tepatnya ke gunung Rinjani.

Agam akan mendaki, dengan niat mendapat gambar terbaik dari puncak gunung terindah di Indonesia itu.

"Kalo lo ikut, yang handle studio siapa?" balas Agam. "Gue cuma seminggu doang, udah biasa gue traveling sendirian."

Di depan laptop, Jordi mengamati gerak gerik Agam. "Pokoknya bos mesti hati-hati aja, terus kalo mau apa-apa permisi dulu, bos. Karena itu tempat orang bukan tempat kita."

Agam terkekeh. "Iye, ampe hapal gue kalimat lo."

"Gue serius bos, temen gue balik-balik ketempelan."

"Ha? Kok bisa?" heran Agam.

"Habisnya dia iseng-iseng makan jeruk yang ada di sesajen," jelasnya polos.

"Buset, gue pikir apaan! Bikin orang takut aja lo! Itu sih, emang temen lo aja yang ngajak ribut dunia lain!" refleks Agam gregetan sendiri karena ia sempat berpikir ada hal lain yang tidak ia ketahui dari Rinjani.

Tidak membalas, Jordi hanya meringis di tempatnya. Sesekali menggaruk kepala kikuk, ya tidak salah, 'kan? Barangkali saat mendaki Agam tergiur akan hal seperti itu, lantas Jordi kembali mengerjakan kegiatannya yang sempat terhenti.

Setelah beres memeriksa kamera, Agam mengecek pesan yang belum berbalas. Memandang layar sambil tersenyum kecil. Sudah hal biasa baginya mendapati hasil seperti ini. Agam akui, Kaila memang sedikit sulit diajak berkomunikasi mengenai sesuatu yang lebih dalam dan berkala. Lebih-lebih melalui ponsel, paling hanya mentok di tukar kabar kegiatan masing-masing.

Namun bukan berarti ia akan diam saja, lelaki itu memiliki tekad kuat untuk mengubah kebiasaan itu. Agam ingin menjadikan Kaila sebagai seseorang yang mudah menyampaikan sesuatu, bahkan untuk sekadar bercerita tentang hal-hal sepele. Agam tidak ingin gadisnya selalu menahan beban pikiran sendirian.

Walaupun itu bukan hal yang mudah namun cepat atau lambat, Agam yakin tekadnya akan membuahkan hasil.

"Oh iya, Di," panggil Agam. "Minggu depan bantuin gue buat foto-fotoin katalog, ya."

Jordi mengangkat pandangan. "Dari mana bos?"

"Punya cewek gue, dia lagi mau ngubah katalog lama dengan nuansa yang baru dan lo harus bantuin gue."

Pria itu menatap jenaka ke arah Agam. "Ceileh bos, bos. Iye tenang aja, bakal gue bantuin. Bakal gue buat doi makin klepek-klepek sama hasil studio lo bos."

Agam menggeleng heran, akan tetapi tetap tidak bisa menyembunyikan senyuman dari wajahnya. Lihat, seperti ucapannya di malam itu, sosok Kaila bahkan tidak ada di sini tetapi tetap saja berhasil bikin Agam salah tingkah.

Kadang kala ia kepikiran, apakah harus memasang papan iklan agar satu dunia tau kalau ia sungguh jatuh kepada gadis tersebut? Agar satu dunia tau bahwa— setengahnya dari Agam Pradana adalah seorang Kaila Azalea Syahnala.

Tapi jika dipikir-pikir kembali, sepertinya itu bukan ide yang bagus. Takut kalau saingannya membludak karena pesona Kaila yang tiada tara itu terpajang di sana. Agam menggeleng, lebih baik seperti ini saja, menikmati efek-efek romansa seorang diri.

🦋

Langkah kaki itu mungkin terlihat penuh power, tidak ada yang tahu jika jauh di dalam hatinya sedang berkecamuk.

Kaila menyugarkan rambut ke belakang sembari menunggu minuman pesanannya. Sehabis menghadiri undangan, gadis ini menyempatkan diri untuk rehat sejenak. Mencari kafe terbaik di Bandung, dan hasilnya menunjukan tempat ini, salah satu kafe dengan nuansa rustic.

Suasananya juga tidak terlalu ramai, mungkin karena masih siang. Biasanya tempat seperti ini akan ramai jika malam hari telah tiba. Entah itu nugas, nongkrong, atau bahkan me time untuk sekadar mengalihkan rasa penat akibat seharian beraktifitas.

"Makasih," ucap Kaila saat minumannya telah jadi.

Gadis itu melangkah menuju kursi yang berada di pojok, sesekali mengedarkan pandangan ke tiap sisi bangunan yang menurutnya sangat tidak biasa.

Alunan musik milik GFRIEND - Rough terdengar. Tiba-tiba saja kepalanya bagai dihantam sesuatu, Kaila mengaduh pelan karena sadar bahwa pesan terakhir dari Once mania itu belum ia balas, dengan cepat jemarinya membalas pesan Agam.

Insiden tak sengaja tadi benar-benar berhasil mengganggu isi kepala Kaila. Membuat konsentrasinya terpecah belah bahkan sampai kelupaan seperti sekarang.

Kaila menggigit jari saat mendapati ceklis satu dari Agam. Sesekali merapal, semoga saja pria itu tidak sedang berubah menjadi kuda lumping di sana.

Semenit berlalu dan tidak melihat adanya perubahan. Gadis itu memilih untuk keluar dari roomchat, berganti pada instagram pribadi Agam. Bibir mungilnya tanpa sadar berdecak saat mendapati jawaban dari tebakannya tadi adalah benar, apa yang dilihat wanita itu adalah laki-laki yang kini menempati hatinya.

Kaila menggeleng, meyakinkan diri sendiri bahwa tidak ada yang salah. Mungkin ini yang dirasakan oleh pasangan dari artis-artis yang diidolakan banyak perempuan. Kaila mengangguk tegas, anggap saja posisi sekarang seperti itu.

Akan tetapi, mau seberapa banyak ia meyakinkan diri sendiri, nyatanya mental itu kembali mengendur. Mana bisa ia tenang jika tahu di luar sana pasangannya memiliki banyak penggemar perempuan. Apalagi kalau tidak salah dengar dari kalangan— model?

Beberapa menit kemudian, saat asik beradu dengan isi kepala. Rintik hujan turun membasahi kaca jendela di depan Kaila, banyak pengunjung yang datang untuk sekalian berteduh di sini.

Lambat laun terdengar langkah dari segerombolan orang berjalan ke arahnya, lebih tepatnya ke meja di sebelah Kaila. Suara alunan tawa dari mereka berhasil membuat matanya melirik sekilas.

Kaila tersedak oleh salivanya sendiri. Berdehem beberapa kali sambil menepuk dada pelan.

Haruskah kembali bertemu di sini?

Sekali lagi menoleh seolah berusaha menolak kenyataan yang ada, lemudian menghela napas berat saat kebenaran itu melambai di sana. Kaila memutuskan untuk menjatuhkan pandangan pada minuman di depannya.

"Lo harus liat langsung, sih. Jujur aslinya ganteng nggak ngotak. Jefri Nichol mah juga kalah jauh!"

"Sumpah?"

"Sumpah demi apapun! Awalnya gue kayak nggak percaya sama rumor dari anak-anak yang lain, tapi rumornya auto kebayar kontan pas udah liat langsung."

"Ah kenapa sih, brand gue nggak ngajak mereka kerja sama! Padahal studio mereka juga cukup hype, harusnya brand gue tau ini."

"Kan udah gue bilang, kayaknya ini jalannya cuma buat gue doang. Tuhan udah nunjukin keberadaan jodoh gue."

Dalam hati Kaila tertawa sarkas, ia menyugar rambut ke belakang kemudian bersedekap dada dan bersandar sepenuhnya pada kepala kursi. Walaupun tatapan tajam terhunus ke arah jalanan depan, tapi telinga itu sangat jelas mengembang sempurna ke arah mereka. Menangkap pembicaraan lain dari para gadis di sebelahnya.

"Lo beneran cegil sih, Ra. Asli."

"Emangnya salah? Gue 'kan lagi memperjuangkan cinta gue."

"Lo yakin banget dia single? Kalo punya pacar gimana?"

"Pacar, 'kan? Bukan istri sah, 'kan? Enggak masalah lah buat gue selama janur kuning belum melengkung."

Kaila menghirup udara dengan tamak. Tangannya bahkan tanpa sadar sudah terkepal kuat dalam dekapan, ia menipiskan bibir yang gatal ingin mengumpat di tempat.

"Lo juga harus tau ini, jadi waktu itu gue sama tim mereka dinner, gue sengaja tuh buat mabok di malam itu. And you know what? Dia nganter gue sampai apart! How cute he is. Pokoknya lo doain aja supaya temen lo ini bisa luluhin dia secepatnya!"

Rintik hujan bahkan belum reda, akan tetapi, Kaila sudah tidak tahan. Gadis tersebut memilih untuk angkat kaki dari kafe, berjalan menembus rintik hujan tanpa peduli tatapan orang yang melihatnya aneh.

Kaila marah.

Namun ia tidak bisa menyampaikan amarahnya. Bingung, tidak tahu ingin menyalahkan siapa. Dilihat dari hubungan mereka yang juga tidak terpublish di mana-mana membuat ia merasa tidak memiliki kekuatan untuk berbuat apa-apa.

Dan di bawah rintik hujan. Setidaknya, bulir-bulir ini akan tahu bahwa ada air mata yang juga turun dengan deras, ada emosi yang tersalurkan, serta ada sesak yang sengaja ditahan seharian.

____________________

Saya bingung~ Kamu bingung~ Kita semua bingung~ Nanti gak bingung kalo udah di surga~🚶🏻

Kaila be like :

Double up karena besok eike mao sidang skripsi🤡🫵🏻 Dah ya, nanti kita ketemu lagi😔🤟🏽

Share This Chapter