Back
/ 37
Chapter 6

5| Temen Tapi Demen

The Apple of My Eye [COMPLETE]

Bisa dibilang hari ini adalah hari keberuntungan bagi Agam Pradana. Gerbang utama nyaris tertutup, namun pemuda ini berhasil meloloskan diri bersama kedua temannya hanya dengan satu motor. Satpam yang menjaga gerbang tampak tertegun melihat kelakuan para siswa baru ini. Baru hari pertama masuk, sudah berani bonceng tiga, dan hanya Agam yang di tengah yang menggunakan helm!

Saat hendak memarkir motor, Agam melihat Kaila dan Sekar berjalan memasuki sekolah. Senyumannya merekah dengan sempurna, menimbulkan atmoster merinding bagi kedua teman yang diboncengnya.

"Gam, jangan, Gam. Sumpah jangan," ucap Rizal dari belakang, sambil menepuk pundak Agam berkali-kali.

"Sialan nih si Agam, pokoknya gue kagak ikut-ikutan," sahut Ilham yang duduk di depan, menutup telinga seakan sudah paham betul apa yang akan dilakukan oleh pemuda ini.

Tanpa pikir panjang, Agam membunyikan klakson motor berkali-kali, membuat dua perempuan tersebut terkejut.

"Allahuakbar!" seru Sekar.

Motor tersebut melesat tepat di samping kedua gadis ini disertai dengan tawa keras yang terdengar puas dari mulut Agam. Kaila menatap tajam ke arah mereka bertiga. "Norak lo, norak!" semprot Kaila.

Agam memarkirkan motor dengan santai, sedangkan Rizal serta Ilham lantas bergegas turun dan berlari kecil menjauhi TKP. "Sumpah gue nggak ikutan, Kai, barusan emang idenya dia sendiri," ujar Ilham memberikan klarifikasi.

Pemuda yang tengah mengunyah permen karet tersebut melepas helm, menatap spion seraya menyisir surai rambutnya. "Hadeh, pagi-pagi tuh harusnya pancarkan aura ceria, bahagia, bukan marah-marah. Cepet tua baru tau rasa lo," ujar Agam dengan raut wajah tengil yang sukses membuat kepala Kaila semakin mendidih.

"Eh, walang sangit bin buaya kali Angke! Yang bikin gue marah-marah tuh lo sendiri, ya!" cecarnya sambil menunjuk Agam.

"Kaila udah, Kai, kita yang waras ngalah aja," kata Sekar sambil menarik tangan Kaila, mencoba menenangkan temannya yang tampak sangat kesal. Masalahnya, kini mereka berlima menjadi tontonan anak-anak yang lewat di koridor.

Kaila menatap Agam dengan tatapan tajam. "Amit-amit jabang bayi gue sekelas sama lo! Jauh-jauh lo dari gue!" katanya sambil memperingatkan dengan nada yang menusuk. Tangannya bahkan menunjuk tepat ke arah Agam.

"Dih, pede abis? Gue juga ogah kali sekelas sama lo. Bisa-bisa gue jadi langganan dokter THT!" balas Agam tak kalah ketus sambil mengusap telinga kanan yang seakan terasa sakit setelah kata-kata Kaila meluncur ke telinganya. Tetapi sebenarnya, pemuda itu sangat senang karena berhasi membuat Kaila emosi.

Kedua gadis tersebut melangkah pergi menjauh dengan suasana hati Kaila yang pagi ini sudah berantakan akibat kelakuan Agam. Ia berjalan dengan raut yang masih menyiratkan kekesalan, sementara Sekar kini merangkul Kaila hangat.

"Udah lah, biarin aja. Malu ege diliatin yang lain. Mending sekarang kita lihat mading, liat kita masuk di kelas mana," bisik Sekar berusaha meredakan emosi Kaila.

Kaila menghembuskan napas pelan, berusaha menetralkan detak jantungnya lagi. Semakin mendekati hall, semakin jelas pula pemandangan penuh sesak akan para murid yang juga sedang penasaran di depan mading sekolah. Kaila dan Sekar ikut mengantri di belakang, dan saat giliran mereka tiba, matanya langsung mencari-cari namanya di antara ratusan nama yang tertempel di sana.

"Nama gue ada di X IPA 1!" seru Sekar sesaat sebelum pada akhirnya mengeluh. "Yah, tapi kagak ada nama lo di sini, Kai."

Mata Kaila spontan mencari nama yang sudah dikenalnya. Gadis tersebut berdecak saat namanya memang tidak ada di kelas yang sama dengan Sekar. "Ih, terus gue di mana dong?"

"Tenang-tenang, nama lo di... ini nih nama lo di X IPA 4, buset jauh amat." Sekar menunjuk dengan telunjuknya membuat Kaila kembali berdecak.

"Dih, kok gue masuk kelas yang ada elu-nya, sih?"

Suara nyaring yang tiba-tiba terdengar itu membuat Kaila terperanjat kaget. Ia menoleh ke samping dan langsung mendapati Agam berdiri persis di sebelahnya dengan raut wajah yang nyaris tak terbaca. Entah sejak kapan pemuda ini berdiri di sini, tapi yang jelas— reaksi Kaila sekarang mendadak kesal. Gadis tersebut kembali memperhatikan dengan seksama deretan nama-nama siswa yang ada di kelas X IPA 4, sedetik kemudian ia tersenyum lebar.

Kaila melemparkan tatapan menantang ke arah Agam. "Lo masih demen sama gue, ya? Yang pertama— lo ngikutin SMA yang gue masukin. Yang kedua— lo juga ngikutin kelas yang gue masukin. Lo liat sekarang nama lo ada di deretan bawah gue, tuh! Ketahuan 'kan siapa yang ngikutin siapa?!" cecarnya.

Mata Agam melebar sempurna, kemudian ia pura-pura meludah. "Cuih, pede mampus lo! Denger ya, dulu gue cuma khilaf, selera gue sekarang udah naik level!" ujarnya sembari berbalik sedikit dan mengalihkan perhatian ke Sekar. "Eh, cil, sini dengerin gue. Mendingan lo jagain nih musang betina atu, biar dia kagak kepedean mulu."

Melihat wajah Kaila yang kembali memerah, Rizal dan Ilham spontan mengamit kedua lengan Agam untuk membawanya menjauh. "Kita bertiga duluan ya, lo berdua have fun deh sama kelas barunya," pamit Ilham.

Saat mereka berhasil lolos dari sana, Rizal lantas memarahi Agam. "Lo beneran nyari mati, Gam? Lo mau bikin sekolah kita ini ro—" Namun bisikan Rizal terhenti saat teriakan nyaring dari Kaila menggema di koridor.

"Najis lo, dasar kuyang!!!" Suara Kaila menggema di sepanjang koridor sekolah yang kini menjadi saksi kemarahan yang sudah tak tertahankan lagi.

🦋

Selama di kelas, Kaila hanya terdiam di bangkunya. Gadis itu mendapat teman satu meja yang sebenernya cukup aktif— Hana namanya. Tetapi akibat suasana hatinya sedang jauh dari kata baik, Kaila sedikit kewalahan untuk menyeimbangkan energi Hana.

"Lo dari SMP mana, Kai?"

Kaila melirik Hana sekilas. "Gue? Gue dari SMP Nusa Bakti, lo dari mana?"

"Kalo gue dari SMP Tunas Bangsa. Eh, lo tadi bilang kalo dari Nusa Bakti, 'kan? Kenal sama Sekar nggak?"

"Sekar siapa? Sekar Maheswari?"

Hana melebarkan matanya. "Nah iya, sepupu gue tuh!" seru Hana saat mendengar nama lengkap yang disebut oleh Kaila.

Punggung gadis itu menegak sempurna. "Eh, yang bener lo, Na? Sekar mah tetangga gue! Sahabat gue juga tuh," bola mata itu tampak berbinar. Baiklah sepertinya suasana hatinya mulai naik satu tingkat.

Hana menutup mulut tak percaya. "Gila ya sempit amat ni Bekasi, padahal mah planetnya misah dari bumi."

Kaila tertawa. "Akhirnya gue ketemu yang satu frekuensi," leganya. "Ngomong-ngomong lo mau ikut ekskul apaan? Gue masih bingung harus isi apaan." Gadis itu menunjukan formulir yang diberikan panitia tempo hari.

Hana turut mengeluarkan formulir miliknya. "Kayaknya sih gue bakal ikut paduan suara, cuma itu yang gue pikirin sejauh ini, ayo barengan gue aja kalo gitu."

"Yeeh, gue napas aja fales, Na." Kaila menopang dagunya lesu. "Apa gue ikut OSIS aja, ya?"

"Boleh juga, dicoba aja dulu, siapa tau passion lo emang di situ."

Suara musik dari aplikasi musical.ly menggema membuat sebagian pandangan penghuni kelas berhasil teralihkan akibat suara lantang yang berasal dari pojok belakang, termasuk Kaila dan Hana. Dilihatnya dari sini Agam bersama Ben tampak asik membuat konten yang sedang viral belakangan ini.

Ingan Ben? Alias Sabeni? Teman satu kelompok Kaila saat MPLS? Pemuda itu juga masuk di kelas yang sama dengan Kaila sekarang.

Saat telah selesai membuat konten musical.ly, Agam langsung melihat hasilnya. "Tsah... udah cocok banget ini mah buat dicasting, terus ntar muka gue bakalan berseliweran di TV, nggak lama setelah itu jadi pria idaman para cewek-cewek... " ucap Agam berkhayal.

"Najis," celetuk Kaila.

Agam menatap Kaila. "Baru juga dibilang. Tuh, salah satu cewek yang pernah nge-fans sampe ngejar-ngejar gue," tunjuknya pada Kaila. Semua mata kini tertuju pada Kaila membuat gadis itu sontak berdiri di tempat.

"Apa-apaan, lo? Fitnah ya guys, fitnah! Enggak pernah sekalipun gue ngejar-ngejar makhluk astral kayak dia," katanya klarifikasi pada anak kelas yang menatapnya jenaka.

Pemuda tersebut menahan tawanya kala melihat muka Kaila yang sekarang sudah seperti kepiting rebus. "Ya elah, kagak napa kali, Kai. Ngaku aja, udah masa lalu juga," ujar Agam yang langsung menimbulkan sorakan cie satu kelas.

Kaila mengepalkan tangannya kuat. "EH FAKTANYA DULU LO YANG PERNAH NEMBAK GUE DI DEPAN ANAK SATU KELAS, YA! NGGAK USAH BALIKIN FAKTA GITU DEH, APALAGI SAMPE BUAT RUMOR ANEH-ANEH!" teriak Kaila frustasi.

Hening menyelimuti mereka, termasuk Agam yang kini terpaku sambil mengerjapkan mata lambat dengan bibir yang terbuka tidak percaya, bak habis disambar petir di siang bolong. Agam tidak pernah mengira bahwa Kaila akan berani mengungkit hal tersebut di depan anak-anak.

"Jadi kalian—" ucapan Ben terpotong saat suara Kaila kembali menggema.

"KAGAK ADA APA-APA DAN NGGAK AKAN PERNAH ADA APA-APA!" kata Kaila final.

Ben menepuk bahu Agam, memberikan semangat kepada pemuda yang kini mati kutu di bangkunya. "Yang sabar ya, Gam, lagian lo salah cari lawan, sih. Mingkem dulu lah minimal, kaget banget tu muka," ucap Ben tertawa pelan.

"... gue kadang suka lupa kalo dia jelmaan musang betina."

🦋

Suasana kantin yang ramai tak melunturkan suara gelak tawa dari Rizal dan Ilham saat Ben membeberkan kejadian yang terjadi antara Agam dan Kaila di kelas tadi. Mereka berdua bahkan menggebrak meja kantin karena terlalu larut akan cerita Ben, berbeda dengan Agam yang sekarang menatap dongkol. Pemuda itu meneguk setengah minumnya.

"BAHAHAHAHA udah tau apinya selalu nyala malah lo siram pake bensin! Mampus lo!" Ilham mengelap sudut matanya yang berair.

Agam menghela napas panjang. "Jujur aja, gue kagak expect kalo dia bakal berani teriak begitu, mana first day banget, hancur udah image gue."

"Makanya Gam, udahan napa lo jailin tu anak? Bukan apa-apa nih ye, tapi kepala gue ikutan puyeng liatin lo berdua kayak anjing sama kucing tiap hari," tutur Rizal.

"Masih suka kali si Agam, dengan ribut begitu interaksi mereka 'kan tetep terjalin, walaupun kagak ada kesan manis-manisnya," sahut Ben dengan pemikiran kritisnya.

Agam melebarkan matanya tak terima. "Buset, lo kalo ngomong jangan sekate-kate, Ben. Nih ye gue kasih tau, tipe gue tu sekarang yang kalem, lemah lembut, putih—"

"Iye-iye, pacaran aja noh sama bihun rebus. Tipe lu banget," celetuk Ben yang membuat gema tawa kembali pecah di sana.

Decakan sebal keluar dari mulut Agam, ia meneguk setengah minumnya untuk membasahi tenggorokan yang mendadak kering. "Susah emang ngomong sama orang dongo."

Dagu Ilham bergerak menuju arah pintu kantin. "Diliat-liat dari kemarin, di mana ada Kaila di situ pasti ada si ketos. Saban hari juga nawarin pulang bareng, inget kagak, Zal?"

Mata mereka lantas mengarah ke arah yang dituju Ilham, seketika Rizal menyeringai tipis. Pemuda itu langsung memberikan anggukan mantap. "Gue sebagai laki-laki mengakui sih, nyali doi oke punya! Sat set kagak bertele-tele! Itu baru namanya lelaki."

"Ya elah lebay lo. Itu mah temen doang paling," ujar Agam.

"Temen tapi demen kayak lu gini, ye?" tembak Ben.

"Anjing!" umpat Agam karena diultimatum tanpa jeda.

Rizal menyikut Agam pelan. "Ada saingan, kita saingin."

"Ogah! Siapa juga yang mau saingan, kagak level." Agam meneguk habis minumnya.

Ilham mengibas-ngibaskan tangannya ke depan wajah. "Kok gerah, yak? Padahal 'kan habis hujan."

"Lo pada nyium bau gosong juga kagak?" sahut Ben.

"Tai lo pada," kesal Agam.

Seketika rasa panas kembali menjalar di tubuhnya kala memperhatikan interaksi Fadlan dan Kaila bersama kedua temannya di meja sana, tampak Kaila terseyum lebar, sangat jauh berbeda dari yang biasa ia lihat sehari-hari. Agam tidak bisa mendeskripsikan perasaan apa yang menggerayangi tubuhnya sekarang dan kemarin yang jelas, ia merasa tidak nyaman.

____________________

Curhatan Rizal ke penduduk bumi :

So guys, karena cerita ini akan eike buat dari waktu ke waktu, mohon disimak eaa latarnya. Kalau tidak eike sematkan di atas berarti latar waktunya sama seperti part sebelumnya~~

I really hope u guys enjoyed! Kalo ada typo boleh dikoreksi xixi.

Rizal & gank to Agam (denial) Pradana :

Share This Chapter